Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah ke posisi Rp16.340,50 pada perdagangan hari ini, Kamis (17/7/2025). Pada saat bersamaan, greenback menguat di tengah depresiasi mayoritas mata uang Asia.
Mengutip Bloomberg, rupiah ditutup melemah sebesar 53,5 poin atau 0,33% menuju level Rp16.340,50 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat sebesar 0,34% ke 98,72.
Sementara itu, mata uang di Asia Pasifik mayoritas ditutup melemah. Yen Jepang terkontraksi sebesar 0,59% bersama won Korea 0,29%. Baht Thailand dan ringgit Malaysia juga melemah dengan persentase masing-masing 0,30% dan 0,12%.
Selain itu, peso Filipina dan won Korea Selatan ditutup melemah 0,33% dan 0,29%, bersamaan dengan rupee India dan yuan China yang ditutup terkoreksi sebesar 0,01% dan 0,03%.
Pengamat forex Ibrahim Assuaibi menerangkan, dari sisi eksternal, investor cenderung tengah memperhatikan keputusan tarif AS terhadap sejumlah negara. Ibrahim menerangkan, Trump telah memberikan pertanda optimis mengenai kesepakatan dagang antara AS–China terkait obat-obatan.
Selain itu, Trump juga disebut telah sangat dekat dengan kesepakatan dagang mereka dengan India. Sementara terhadap Eropa, Ibrahim menerangkan bahwa kesepakatan dagang itu mungkin akan tercapai.
Baca Juga
Tidak hanya itu, kekhawatiran pemecatan ketua The Fed Jerome Powell juga tengah meningkat saat sejumlah anggota Trump di Partai Republikan terlihat menyerukan hal serupa.
“Trump mengklaim bahwa Powell terlambat dalam memangkas suku bunga AS, menuntut agar Powell segera melakukannya untuk mencegah kerusakan ekonomi,” katanya dalam keterangannya, Kamis (17/7/2025).
Sementara itu, dari dalam negeri, stabilnya nilai tukar rupiah didorong oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan masuknya modal asing ke dalam negeri, terutama ke instrumen SBN dan konversi valas ke rupiah oleh eksportir selepas penguatan kebijakan Pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Ke depannya, Ibrahim menilai bahwa nilai tukar rupiah akan stabil. Hal itu didorong oleh inflasi dalam negeri yang rendah dan prospek pertumbuhan ekonomi yang membaik.
“Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi terukur di pasar off-shore NDF dan strategi triple intervention pada transaksi spot, DNDF, dan SBN di pasar sekunder,” tutupnya.