Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Loyo ke Level Rp16.270 per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah ke level Rp16.270 pada perdagangan hari ini, Selasa (15/7/2025).
Karyawan menghitung uang dolar AS di salah satu penukaran uang di Jakarta, Selasa (24/6/2025). Bisnis/Abdurachman
Karyawan menghitung uang dolar AS di salah satu penukaran uang di Jakarta, Selasa (24/6/2025). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah ke level Rp16.270 pada perdagangan hari ini, Selasa (15/7/2025). Rupiah dibuka melemah saat sejumlah mata uang di Asia berkinerja seragam.

Mengutip Bloomberg, pukul 09.07 WIB, rupiah dibuka melemah ke level Rp16.270,50 per dolar AS atau terkoreksi 0,13%. Adapun indeks dolar AS turut melemah ke level 98,07.

Sementara itu, mata uang Asia lainnya seperti yen Jepang melemah 0,06%, dolar Singapura melemah 0,05%, dan dolar Taiwan melemah 0,05% terhadap dolar AS. 

Lalu peso Filipina melemah 0,18%, rupee India melemah 0,22%, ringgit Malaysia melemah 0,08%, dan baht Thailand melemah 0,01%. Sementara itu, dua mata uang yang menguat antara lain yuan China dan won Korea Selatan yang masing-masing menguat 0,03% dan 0,12%.

Melansir Reuters, penguatan dolar AS pada hari ini sejalan dengan para investor yang menantikan rilis data inflasi AS hari ini, yang dapat memberikan petunjuk mengenai arah kebijakan moneter.

Investor juga mempertimbangkan potensi keluarnya Jerome Powell dari Federal Reserve seiring Presiden Donald Trump melanjutkan kritiknya terhadap ketua bank sentral tersebut.

Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa ia memperkirakan inflasi akan meningkat musim panas ini sebagai akibat dari tarif, yang diperkirakan akan membuat bank sentral AS tetap menahan diri hingga akhir tahun.

Ekonom yang diwawancarai oleh Reuters memperkirakan inflasi utama akan meningkat menjadi 2,7% secara tahunan, naik dari 2,4% pada bulan sebelumnya. Inflasi inti diperkirakan akan naik menjadi 3,0%, dari 2,8%.

"Jika inflasi gagal terwujud atau tetap stabil, pertanyaan mungkin akan muncul mengenai keputusan The Fed baru-baru ini untuk tidak memangkas suku bunga, berpotensi mengintensifkan seruan untuk pelonggaran moneter," tulis James Kniveton, dealer FX korporat senior di Convera, dalam catatan kliennya.

"Seruan dari Gedung Putih untuk perubahan kepemimpinan di The Fed mungkin akan meningkat."

Trump pada hari Senin memperbarui serangannya terhadap Powell, mengatakan suku bunga seharusnya berada di 1% atau lebih rendah, daripada kisaran 4,25% hingga 4,50% yang telah dipertahankan The Fed untuk suku bunga acuan sejauh tahun ini.

Para pedagang Fed funds futures telah memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin pada akhir tahun, dengan pemotongan pertama diperkirakan pada bulan September.

Sementara itu, ekonomi Tiongkok kemungkinan telah mendingin pada kuartal kedua setelah awal tahun yang solid.

Hal ini terjadi seiring ketegangan perdagangan dan penurunan properti yang berkepanjangan menyeret permintaan, meningkatkan tekanan pada pembuat kebijakan untuk meluncurkan stimulus tambahan untuk menopang pertumbuhan.

Data yang akan dirilis pada hari Selasa diperkirakan menunjukkan PDB tumbuh 5,1% year-on-year pada April-Juni, melambat dari 5,4% pada kuartal pertama, menurut jajak pendapat Reuters.

"Jika data mengecewakan, dan situasi ekonomi Tiongkok terus di bawah ekspektasi, ini dapat mempertahankan tekanan ke bawah pada dolar Australia," kata Kniveton.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper