Bisnis.com, JAKARTA — Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat ke rekor tertinggi pada perdagangan Kamis (3/7/2025) waktu setempat didorong oleh data ketenagakerjaan AS yang lebih baik dari perkiraan, meski prospek pemangkasan suku bunga pada bulan ini semakin memudar.
Melansir Reuters pada Jumat (4/7/2025), indeks S&P 500 naik 51,94 poin atau 0,83% ke level 6.279,36, Nasdaq Composite melesat 207,97 poin atau 1,02% ke 20.601,10. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average naik 344,11 poin atau 0,77% ke 44.828,53.
Indeks S&P 500 dan Nasdaq mencatat penutupan tertinggi sepanjang masa, masing-masing mencetak penguatan selama tiga pekan berturut-turut. Sementara itu, indeks Dow Jones juga menguat 0,77% dan mendekati rekor tertingginya sendiri.
Secara mingguan, S&P 500 naik 1,72%, Nasdaq menguat 1,62%, dan Dow menguat 2,3%. Indeks saham berkapitalisasi kecil, Russell 2000, bahkan mencatat kenaikan mingguan sebesar 3,41%.
Perdagangan berlangsung dalam volume ringan karena sesi dipersingkat menjelang libur Hari Kemerdekaan AS pada Jumat.
Kristina Hooper, Kepala Strategi Pasar di Man Group, New York menyebut, ada gelombang euforia yang cukup irasional di pasar. Menurutnya, saat ini bursa sangat condong ke arah optimisme.
Baca Juga
“Tapi ada juga dasarnya. Laporan ketenagakerjaan kali ini tidak seburuk yang dikhawatirkan, dan itu memberi kelegaan," jelasnya.
Menurut Hooper, reli pasar terutama digerakkan oleh investor ritel yang tampak mengabaikan tekanan inflasi, ketidakpastian seputar tarif, dan hanya fokus pada data pekerjaan yang nyata saat ini.
Data Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa sektor nonfarm payrolls bertambah 147.000 pekerjaan pada bulan lalu, jauh di atas estimasi ekonom yang memprediksi kenaikan 110.000 pekerjaan. Tingkat pengangguran juga turun menjadi 4,1%, lebih baik dibanding ekspektasi 4,3%.
Namun, data yang kuat ini mengurangi harapan pasar akan pemangkasan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat. Berdasarkan alat FedWatch milik CME Group, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September kini berada di angka 68%, turun dari 74% pada pekan lalu.
Di sisi fiskal, DPR AS yang dikendalikan Partai Republik berhasil mendorong RUU pemangkasan pajak dan belanja besar besutan Presiden Donald Trump ke tahap pemungutan suara final, setelah sebelumnya menghadapi perpecahan internal partai soal besarnya dampak anggaran.
Menurut analis nonpartisan, RUU tersebut diperkirakan akan menambah utang nasional AS sebesar US$3,4 triliun dalam 10 tahun ke depan, dari total utang yang kini mencapai US$36,2 triliun.
Paket pemotongan pajak dan belanja besar pemerintah dapat meningkatkan permintaan dalam perekonomian, namun juga bisa memicu tekanan inflasi, terutama saat data ekonomi menunjukkan penguatan seperti yang tercermin dari laporan pekerjaan terbaru.
Alex Morris, CEO F/m Investments menuturkan, beberapa data seperti laporan pekerjaan memang positif dan menarik, tapi jika melihat gambaran lebih besar, kondisinya tidak sebaik itu.
“Ini agak membingungkan. Situasinya terasa seperti reli terakhir sebelum seluruh data benar-benar menyatu,” lanjutnya.