Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Data Inflasi AS Uji Wall Street Pekan Ini, Bursa AS Lanjut Reli?

Data inflasi AS Juli 2025 akan menguji reli Wall Street pekan ini. Jika inflasi melebihi perkiraan, optimisme penurunan suku bunga The Fed bisa goyah.
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Reli pasar saham Amerika Serikat akan diuji dengan rilis data inflasi AS Juli 2025 pekan ini.

Melansir Reuters, Senin (11/8/2025), indeks S&P 500 mengakhiri pekan lalu dengan kenaikan lebih dari 8% sejak awal tahun dan nyaris menyentuh rekor tertinggi, sementara Nasdaq melesat menembus level tertingginya.

Namun, lonjakan empat bulan terakhir yang nyaris tanpa hambatan membuat valuasi saham berada di kisaran termahal dalam sejarah, memicu peringatan dari analis Deutsche Bank dan Morgan Stanley bahwa Wall Street rawan koreksi.

Laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) yang akan dirilis pada Selasa menjadi titik fokus pasar pekan ini. Inflasi yang melebihi perkiraan dapat menggoyahkan optimisme pasar akan penurunan suku bunga The Federal Reserve.

Kepala Strategi Multi-Aset Morningstar Wealth Dominic Pappalardo mengatakan pasar saham AS memang terlihat sedang siap mengalami koreksi.

”Ada kekhawatiran yang mulai mengemuka di bawah permukaan,” ujarnya seperti dilansir Reuters.

Sejak mencapai titik terendah tahun ini pada April, S&P 500 sudah melesat 28% seiring meredanya kecemasan resesi akibat tarif impor.

Namun, menurut LSEG Datastream, indeks kini diperdagangkan di atas 22 kali proyeksi laba setahun ke depan, jauh melampaui rata-rata jangka panjang 15,8 kali, dan berada di level valuasi tertinggi dalam empat tahun terakhir.

Sejarah juga tak berpihak. Dalam 35 tahun terakhir, Agustus dan September konsisten menjadi periode terlemah bagi S&P 500, masing-masing rata-rata terkoreksi 0,6% dan 0,8%.

Kepala Strategi Ekuitas Morgan Stanley Michael Wilson menilai perpaduan antara data ketenagakerjaan yang melemah dan risiko inflasi akibat tarif bisa menjadi pemicu koreksi di kuartal ketiga.

Meski begitu, ia tetap optimistis dalam 12 bulan ke depan dan menyebut koreksi sebagai peluang beli.

Survei Reuters memperkirakan inflasi AS Juli 2025 naik 2,8% secara tahunan. Investor akan menelisik apakah tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump benar-benar mendorong kenaikan harga, setelah laporan Juni menunjukkan tanda-tanda awal dampaknya.

Ekspektasi pemangkasan suku bunga menguat setelah data ketenagakerjaan melemah, dengan probabilitas pasar lebih dari 90% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada September, dan dua kali pemangkasan diperkirakan terjadi tahun ini. Namun, jika inflasi melampaui proyeksi, langkah The Fed bisa tertunda.

Tarif baru atas impor dari puluhan negara mulai berlaku Kamis lalu, mendorong tarif rata-rata AS ke level tertinggi dalam satu abad.

Trump juga mengumumkan rencana tarif baru untuk chip semikonduktor dan obat-obatan, sementara China terancam kenaikan tarif tambahan pekan depan jika gencatan dagang tak diperpanjang.

Manajer Portofolio Senior Man Group Matt Rowe mengatakan pasar terlihat nyaman menganggap bahwa tarif bukan ancaman besar. Namun, anggapan tersebut dirasa keliru.

“Dampak negatifnya terhadap ekonomi mungkin baru akan terlihat dalam jangka panjang,” jelasnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro