Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Diproyeksi Datar Awal Pekan Ini, Pasar Pantau Data Penting AS hingga China

Bursa Asia diprediksi stagnan awal pekan ini karena menunggu data ekonomi penting dari AS dan China, serta kepastian perpanjangan tarif impor AS dari China.
Investor mengamati papan informasi saham di kantor pusat RHB Investment Bank Bhd., Kuala Lumpur, Malaysia pada Selasa (17/2/2020). / Bloomberg-Samsul Said
Investor mengamati papan informasi saham di kantor pusat RHB Investment Bank Bhd., Kuala Lumpur, Malaysia pada Selasa (17/2/2020). / Bloomberg-Samsul Said
Ringkasan Berita
  • Pasar saham Asia diproyeksikan datar awal pekan ini karena investor menunggu data ekonomi penting dari AS dan China serta kepastian perpanjangan tenggat tarif impor Beijing.
  • Laporan inflasi AS Juli 2025 menjadi fokus utama karena dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga The Federal Reserve di tengah ancaman stagflasi.
  • Perhatian juga tertuju pada data penjualan ritel dan produksi industri China, serta negosiasi tarif AS-China yang kemungkinan besar akan diperpanjang 90 hari lagi.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham Asia bersiap dibuka dengan nada hati-hati pada awal pekan ini karena pelaku pasar menunggu rilis data ekonomi utama dari Amerika Serikat dan China, serta kepastian perpanjangan tenggat tarif impor Beijing.

Melansir Bloomberg, Senin (11/8/2025), kontrak berjangka saham AS nyaris tidak bergerak di awal perdagangan, sementara dolar bergerak dalam kisaran sempit terhadap mata uang utama.

Indikasi pasar menunjukkan bursa Australia dan China daratan cenderung dibuka stagnan, sementara Hong Kong berpeluang menguat. Harga minyak sedikit terkoreksi, dan pasar Jepang tutup karena libur nasional.

Pembukaan yang datar ini menjadi pemanasan sebelum pekan yang dipenuhi data ekonomi penting. Puncaknya adalah laporan inflasi AS Juli 2025, yang akan memberi sinyal lebih jelas arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve, di tengah kekhawatiran ekonomi yang kian mendekati ancaman stagflasi.

Kepala Manajemen Portofolio Apostle Funds Management Joe Unwin mengatakan stagflasi menciptakan dilema bagi The Fed karena menguji mandat ganda mereka, yakni memaksimalkan lapangan kerja dan menjaga stabilitas harga.

”Kondisi ini dapat memaksa suku bunga tetap tinggi meski pertumbuhan ekonomi melemah—sebuah skenario yang negatif bagi hampir seluruh kelas aset tradisional,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg.

Saham-saham lithium di Asia diperkirakan menjadi sorotan setelah raksasa baterai Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. menghentikan produksi di tambang utama di Provinsi Jiangxi, China, selama tiga bulan ke depan.

Perhatian pasar juga tertuju pada data penjualan ritel dan produksi industri China yang akan dirilis pekan ini, setelah data harga konsumen dan produsen akhir pekan lalu menegaskan lemahnya permintaan domestik.

Investor menanti kepastian apakah tenggat 12 Agustus untuk negosiasi tarif AS–China akan diperpanjang.

“Pasar telah sepenuhnya memperhitungkan kemungkinan besar bahwa gencatan tarif akan diperpanjang 90 hari lagi,” kata Kepala Riset Pepperstone Group Chris Weston.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro