Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham Asia bersiap dibuka dengan nada hati-hati pada awal pekan ini karena pelaku pasar menunggu rilis data ekonomi utama dari Amerika Serikat dan China, serta kepastian perpanjangan tenggat tarif impor Beijing.
Melansir Bloomberg, Senin (11/8/2025), kontrak berjangka saham AS nyaris tidak bergerak di awal perdagangan, sementara dolar bergerak dalam kisaran sempit terhadap mata uang utama.
Indikasi pasar menunjukkan bursa Australia dan China daratan cenderung dibuka stagnan, sementara Hong Kong berpeluang menguat. Harga minyak sedikit terkoreksi, dan pasar Jepang tutup karena libur nasional.
Pembukaan yang datar ini menjadi pemanasan sebelum pekan yang dipenuhi data ekonomi penting. Puncaknya adalah laporan inflasi AS Juli 2025, yang akan memberi sinyal lebih jelas arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve, di tengah kekhawatiran ekonomi yang kian mendekati ancaman stagflasi.
Kepala Manajemen Portofolio Apostle Funds Management Joe Unwin mengatakan stagflasi menciptakan dilema bagi The Fed karena menguji mandat ganda mereka, yakni memaksimalkan lapangan kerja dan menjaga stabilitas harga.
”Kondisi ini dapat memaksa suku bunga tetap tinggi meski pertumbuhan ekonomi melemah—sebuah skenario yang negatif bagi hampir seluruh kelas aset tradisional,” jelasnya seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Saham-saham lithium di Asia diperkirakan menjadi sorotan setelah raksasa baterai Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. menghentikan produksi di tambang utama di Provinsi Jiangxi, China, selama tiga bulan ke depan.
Perhatian pasar juga tertuju pada data penjualan ritel dan produksi industri China yang akan dirilis pekan ini, setelah data harga konsumen dan produsen akhir pekan lalu menegaskan lemahnya permintaan domestik.
Investor menanti kepastian apakah tenggat 12 Agustus untuk negosiasi tarif AS–China akan diperpanjang.
“Pasar telah sepenuhnya memperhitungkan kemungkinan besar bahwa gencatan tarif akan diperpanjang 90 hari lagi,” kata Kepala Riset Pepperstone Group Chris Weston.