Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang dan saham di negara berkembang jatuh jelang pengumuman suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) dikombinasikan dengan ketegangan di Timur Tengah.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks yang mewakili mata uang dan saham di negara berkembang tergerus 0,4% pada Selasa (17/6/2025), bertepatan dengan serangan misil baru dari Israel ke Iran.
Adapun, Presiden AS Donald Trump disebut akan bertemu dengan tim keamanan nasional untuk membicarakan konflik Israel-Iran yang membuat spekulasi AS kemungkinan akan bergabung dengan Israel.
Sejumlah mata uang seperti rand Afrika Selatan, forint Hungaria, dan won Korea Selatan mencatatkan performa paling buruk dengan penurunan lebih dari 1% di hadapan dolar AS. Sedangkan shekel Israel jatuh hingga 0,8% sebelum kembali menguat.
FX Analis Commerzbank Antje Praefcke mengatakan sentimen geopolitik itu terjadi di saat pelaku pasar menantikan pengumuman suku bunga dari The Fed. Dia menyebut pasar saat ini kesulitan mendapatkan sinyal yang jelas dari rilis data ekonomi AS.
Tercatat penjualan ritel di AS turun untuk bulan keduanya berturut-turut, penjualan kelompok terkendali yang merupakan perhitungan belanja barang pemerintah naik 0,4%, sementara dolar menguat 0,5%.
"Kami perkirakan di pertemuan The Fed besok The Fed akan mulai memberikan kejelasan yang mengarah ke pemangkasan suku bunga pada September, sepertinya akan lebih dovish," kata Ekonom Wells Fargo Brendan McKenna, dikutip Bloomberg, Rabu (18/6/2025).
Sementara di Amerika Lain, peso Kolombia tampil paling unggul sementara mata uang lain seperti di Chile dan Meksiko turun. Adapun, Chile diproyeksi akan menahan suku bunga dalam rapat kebijakannya yang mencerminkan posisi hati-hati dalam melonggarkan moneter.
Walaupun ada tekanan terhadap mata uang negara berkembang, para pengelola kekayaan mengatakan mata uang negara berkembang masih akan lebih baik atau outperform dari aset-aset di AS tahun ini. Hal itu didukung oleh kekhawatiran bahwa konflik akan berlarut-larut. Sementara itu, bank sentral diperkirakan mengambil kebijakan pelonggaran dengan pelemahan dolar AS.
"Tahun ini dan tahun depan, negara berkembang akan terus outperform dalam hal pertumbuhan makroekonomi. Ada juga realisasi bahwa investor global akan menempatkan uangnya di tempat lain [di luar AS]," kata Karnail Sangha, Senior Portfolio Manager EM Equity Team Robeco.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.