Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mata Uang Negara Berkembang Ambil Kesempatan Saat Dolar AS Terkapar

Mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, menguat terhadap dolar AS setelah data tenaga kerja AS melemah, mendorong spekulasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.
Karyawan menghitung uang dolar AS di gerai penukaran uang di Jakarta, belum lama ini. Mata uang rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif cenderung melemah pada rentang Rp16.280-Rp16.330 per dolar AS besok, Senin (21/7/2025)./JIBI/Bisnis/Abdurachman
Karyawan menghitung uang dolar AS di gerai penukaran uang di Jakarta, belum lama ini. Mata uang rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif cenderung melemah pada rentang Rp16.280-Rp16.330 per dolar AS besok, Senin (21/7/2025)./JIBI/Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, mengambil kesempatan untuk menguat di hadapan dolar AS yang terkapar usai rilis data tenaga kerja AS.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks mata uang negara berkembang MSCI naik 0,5% pada Senin (4/8/2025) dalam kenaikan harian terbesar selama lebih dari sebulan.

Sementara itu, Bloomberg Dollar Spot Index nyaris tidak berubah setelah turun 0,9% pada sesi sebelumnya. Peso Filipina dan ringgit Malaysia menjadi yang paling unggul dengan penguatan sekitar 1% terhadap dolar AS.

Sedangkan rupiah mengawali perdagangan hari ini dengan menguat 0,81% atau 134,5 poin ke level Rp16.378,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau turun 0,33% ke posisi 98,81.

Apresiasi mata uang developing market ini terjadi setelah data tenaga kerja AS tampil lebih lemah dari perkiraan. Hal ini mendorong para pelaku pasar untuk memperkirakan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve yang membuat nilai dolar AS melemah.

Aset negara berkembang terpantau mendapatkan angin segar setelah pekan lalu tertekan oleh serangkaian tarif baru yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Indeks mata uang MSCI sebelumnya turun selama enam sesi berturut-turut sebelum mengalami rebound hari ini. Investor saat ini bertaruh bahwa The Fed dapat menurunkan suku bunga secepat-cepatnya bulan depan, menyusul pelemahan mengejutkan dalam data ketenagakerjaan AS.

Lloyd Chan, ahli strategi mata uang di MUFG Bank, melihat jika The Fed melanjutkan pemangkasan suku bunga pada bulan September dan memberikan sinyal kebijakan yang lebih dovish, hal ini berpotensi mendukung mata uang Asia.

"Namun, risiko bagi mata uang regional dapat muncul dari penerapan tarif AS yang lebih tinggi, yang bisa membebani ekspor," tulis Chan dalam catatan, dikutip Bloomberg pada Senin (4/8/2025).

Adapun, sentimen terhadap pasar saham cenderung lebih lemah menyusul penurunan tajam di Wall Street pada akhir pekan lalu yang dipicu oleh meningkatnya angka pengangguran di AS dan perlambatan penciptaan lapangan kerja.

Indeks saham di Indonesia, Filipina, dan Malaysia seluruhnya melemah pada awal perdagangan hari ini. Sementara itu, indeks saham MSCI untuk negara berkembang naik tipis 0,3%, didorong oleh saham-saham teknologi unggulan di Korea Selatan dan China.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro