Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Simak Prediksi Analis Target IHSG hingga Akhir Tahun

Analis memproyeksikan IHSG bergerak terbatas hingga akhir 2025, dengan target konservatif 7.500 dan skenario terbaik 8.000, dipengaruhi sentimen global dan domestik.
Investor mencari informasi harga saham di Depok, Jawa Barat. Bisnis/Arief Hermawan P
Investor mencari informasi harga saham di Depok, Jawa Barat. Bisnis/Arief Hermawan P
Ringkasan Berita
  • Analis memproyeksikan IHSG bergerak terbatas hingga akhir 2025 dengan target konservatif di level 7.500 dan skenario terbaik di 8.000.
  • Valuasi IHSG saat ini berada di bawah rata-rata historis, namun beberapa sektor seperti batu bara dan smelter menunjukkan valuasi premium.
  • Kinerja emiten pada semester I/2025 menunjukkan hasil campuran, dengan sektor energi dan infrastruktur solid, sementara properti dan konsumsi masih lemah.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis memproyeksikan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG bergerak terbatas hingga akhir 2025.

Head Riset Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan Kiwoom Sekuritas belum merevisi targetnya untuk akhir 2025. 

Target konservatif IHSG, sebutnya, tetap berada di level 7.500, dengan proyeksi moderat di kisaran 7.800–7.900, dan 8.000 sebagai skenario terbaik. 

“Target belum direvisi karena ekspektasi pendapatan emiten belum berubah signifikan, dan valuasi pasar masih netral,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip, Sabtu (23/8/2025)

Liza menambahkan dari sisi valuasi, IHSG saat ini diperdagangkan pada price-to-earnings ratio (PER) forward sebesar 14,8x per akhir Juli 2025, masih di bawah rata-rata historis lima tahun yang berada di kisaran 15,5x. Namun, beberapa sektor seperti batu bara dan smelter mulai menunjukkan valuasi premium seiring euforia hilirisasi.

Meski demikian, peluang IHSG menembus level psikologis 8.000 pada Agustus 2025 dinilai masih cukup ambisius. Sentimen global dan domestik yang belum stabil, capital outflow asing yang berlanjut, serta kinerja emiten perbankan yang masih lambat turut menjadi faktor penahan. 

Meski indeks dolar AS (DXY) sempat melemah, nilai tukar rupiah justru sempat tertekan ke Rp16.500 per US$, sebelum menguat kembali ke level Rp16.388 per US$.

Secara keseluruhan, Liza menilai laporan kinerja semester I/2025 menunjukkan hasil yang campuran. Emiten sektor energi, tambang, dan infrastruktur tampil solid, terdorong oleh harga komoditas dan stimulus pemerintah. Namun, sektor properti, perbankan kecil, dan barang konsumsi masih belum pulih sepenuhnya

Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk. (RELI) Reza Priyambada memperkirakan IHSG bakal bergerak dalam rentang 7.200–7.800 hingga akhir tahun sembari menantikan sentimen lebih jauh yang terjadi. 

Sejauh ini, Reza berpandangan penguatan IHSG masih terbilang wajar jika diikuti dengan sentimen yang dirasa positif, di mana pelaku pasar cenderung memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk kembali masuk.

Terlebih dengan mencermati kinerja sejumlah emiten pada Semester I/2025 yang tumbuh moderat dan kondisi makro yang belum sepenuhnya membaik, kenaikan IHSG pun dapat terbatas.

Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Wisnubroto mengatakan banyak emiten menunjukkan hasil yang berada di bawah ekspektasi pasar pada semester I/2025. Hal ini makin membebani proyeksi pasar saham secara keseluruhan.

“Dengan kecenderungan lebih banyak pendapatan emiten pada Semester I/2025 yang masih di bawah ekspektasi, maka kami masih memperkirakan target IHSG pada 6.900,” ujarnya.

Adapun Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas David Kurniawan menganalisis IHSG saat ini diperdagangkan pada PER sekitar 11 kali. Ini masih jauh dari rekor PER IHSG di kisaran 16–17 kali sebelum memasuki fase bubble, sehingga ruang untuk kenaikan dinilai masih terbuka. 

Namun, David mengingatkan agar investor tetap berhati-hati, mengingat IHSG telah mencatat kenaikan sebesar 8% hanya dalam Juli 2025.

Melihat kinerja semester I/2025, dia mencermati sektor energi, terutama panas bumi dan batu bara yang masih mencatatkan margin tinggi. Emiten properti dan kawasan industri juga mendapat angin segar dari aliran investasi asing dan insentif pemerintah. 

Sebaliknya, sektor konsumsi primer terpukul oleh melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, sementara emiten teknologi masih berjuang menuju profitabilitas yang berkelanjutan.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro