Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Terdepresiasi ke Level Rp16.345,5 per Dolar AS Jelang Akhir Pekan (22/8)

Rupiah dibuka melemah ke Rp16.345,5 per dolar AS pada 22 Agustus 2025.
Karyawan menghitung uang dolar AS di Jakarta, Selasa (1/7/2025). Bisnis/Abdurachman
Karyawan menghitung uang dolar AS di Jakarta, Selasa (1/7/2025). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.345,5 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan ini, Jumat (22/8/2025).

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengawali perdagangan hari ini dengan melemah 0,35% atau 57,5 poin ke level Rp16.345,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar AS terpantau naik 0,06% ke posisi 98,67.

Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang di Asia lainnya mengalami pelemahan. Yen Jepang misalnya melemah 0,07%, dolar Singapura melemah 0,03%, dolar Taiwan melemah 0,47%, dan peso Filipina melemah 0,08%.

Selain itu, yuan China melemah 0,05%, rupee India melemah 0,22%, baht Thailand melemah 0,10%, dan ringgit Malaysia melemah 0,13%.

Pada perdagangan kemarin, Kamis (21/8/2025), rupiah ditutup melemah 0,11% ke level Rp16.289,50 per dolar AS.

Menurut laporan Reuters, sentimen negatif terjadi di pasar Asia yang juga menyeret pergerakan rupiah. Yuan China misalnya, terdepresiasi setelah data penjualan ritel per Juli 2025 hanya tumbuh 3,7% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD), jauh di bawah ekspektasi 5,9%. 

"Sentimen terhadap rupiah Indonesia berbalik negatif setelah sebelumnya positif, sementara posisi short pada dolar Taiwan dipangkas. Bank Indonesia secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan 7-day reverse repo sebesar 25 basis poin pada Rabu,” tulis Reuters, Kamis (21/8/2025).

Dari sisi domestik, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyoroti kebijakan fiskal pemerintah sebagai faktor penekan. Dalam RAPBN 2026, pemerintah berencana menarik utang baru Rp781,87 triliun melalui penerbitan SBN senilai Rp749,19 triliun dan penarikan pinjaman neto Rp32,67 triliun. 

“Pembiayaan utang yang tinggi ini bisa menambah tekanan pada rupiah, meski pembiayaan pinjaman neto turun dibanding outlook 2025,” ujar Ibrahim.

Adapun dari sisi global, perkembangan konflik Rusia–Ukraina masih membayangi. Presiden AS Donald Trump berjanji menjamin keamanan Ukraina sebagai bagian dari skema penyelesaian damai, tetapi kebijakan tarif tambahan AS terhadap India atas pembelian minyak Rusia juga menciptakan ketidakpastian baru. 

“Pasar khawatir tarif sekunder 25% dari AS terhadap India akan efektif berlaku pada 27 Agustus. Jika itu terjadi, tekanan terhadap perdagangan minyak Rusia bisa melebar dampaknya, termasuk bagi pergerakan rupiah,” kata Ibrahim.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro