Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Waswas soal Utang AS, Wall Street Ditutup Anjlok

Bursa AS ditutup anjlok di tengah kekhawatiran pasar terhadap rencana pemotongan pajak Presiden Donald Trump akan memperparah beban utang negara.
Seorang pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Seorang pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah tajam pada Rabu (21/5/2025), terseret lonjakan imbal hasil Treasury di tengah kekhawatiran pasar bahwa rencana pemotongan pajak Presiden Donald Trump akan memperparah beban utang negara hingga triliunan dolar.

Melansir Reuters, Kamis (22/5/2025), indeks Dow Jones Industrial Average ambles 816,80 poin atau 1,91% ke level 41.860,44. S&P 500 turun 95,85 poin atau 1,61% ke posisi 5.844,61, sementara Nasdaq Composite terkoreksi 270,07 poin atau 1,41% ke 18.872,64.

Sebanyak 10 dari 11 sektor utama dalam indeks S&P 500 tertekan. Koreksi terbesar terjadi pada sektor real estat, layanan kesehatan, keuangan, utilitas, konsumsi diskresioner, dan teknologi.

Sektor layanan komunikasi menjadi satu-satunya yang menguat, ditopang lonjakan saham Alphabet—induk Google—yang naik 2,7%. Di sisi lain, Nvidia terkoreksi 1,9%, Apple turun 2,3%, dan Tesla anjlok 2,7%.

Ketiga indeks utama Wall Street mencatat pelemahan harian terbesar dalam satu bulan terakhir. Tekanan serupa juga dirasakan oleh saham-saham berkapitalisasi kecil, dengan indeks Russell 2000 membukukan penurunan harian terdalam sejak 10 April.

Kenaikan imbal hasil obligasi US Treasury didorong oleh lemahnya minat pasar dalam lelang obligasi 20 tahun senilai US$16 miliar yang dilakukan Departemen Keuangan AS. Imbal hasil obligasi 10 tahun melonjak 10,8 basis poin menjadi 4,589%, tertinggi sejak pertengahan Februari.

Di tengah ketidakpastian fiskal, sebuah komite di Kongres menggelar sidang luar biasa. Partai Republik tengah bergulat dengan perpecahan internal dalam membahas rencana pemotongan anggaran, termasuk untuk program kesehatan Medicaid.

Analisis independen memperkirakan bahwa rancangan undang-undang yang diusulkan Partai Republik berpotensi menambah utang federal sebesar US$3 triliun hingga US$5 triliun—di luar total utang pemerintah yang saat ini telah menembus US$36,2 triliun.

Michael Farr, CEO perusahaan investasi Farr, Miller & Washington, menilai pasar sedang dikepung berbagai isu penting yang berpotensi membawa dampak besar.

“Banyak dari isu-isu ini bisa jadi hanya ancaman sementara. Pasar tengah mencoba memilah mana yang benar-benar berdampak, mana yang substansial, dan mana yang mungkin hanya taktik negosiasi dari pihak pemerintahan,” ujar Farr.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper