Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tips Menghadapi "Sell in May and Go Away" di tengah Gejolak Pasar Saham

Memasuki bulan Mei, ada adagium klasik di pasar modal yang menarik untuk dianalisis yakni fenomena "Sell in May and Go Away" ketika pasar saham kompak melemah.
Pengunjung beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (8/4/2025)./JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (8/4/2025)./JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Menyikapi Kondisi Pasar Saham

Kondisi pasar yang sangat volatil saat ini menuntut analisis yang lebih mendalam dan responsif terhadap perubahan yang terjadi.

Ia menyarankan manajemen risiko yang disiplin juga menjadi pertimbangan penting dalam kondisi pasar yang volatil. Diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko dan alokasi aset yang sesuai dengan profil risiko masing-masing investor bisa menjadi langkah yang perlu diperhatikan.

Penting untuk diingat bahwa istilah "Sell in May and Go Away" dapat bervariasi antar pasar. Karakteristik dan dinamika pasar saham Indonesia mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan pola historis yang terjadi di pasar negara-negara maju.

Oleh karena itu, analisis spesifik terhadap data dan tren pasar lokal sangat diperlukan untuk menentukan relevansi strategi ini.

Dody juga menegaskan keputusan investasi yang ideal bisa difokuskan dengan tujuan keuangan pribadi, profil risiko pribadi, pemahaman mendalam baik mengenai pasar maupun mengenai keputusan yang akan ditentukan.

Pasalnya apabila mengandalkan adagium pasar semata tanpa mempertimbangkan konteks dan kondisi pasar terkini dapat berpotensi merugikan.

Di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti, memarkirkan dana di Rekening Dana Nasabah (RDN) atau deposito mungkin tampak sebagai pilihan aman bagi investor maupun trader.

Namun, perlu diingat bahwa dana yang mengendap di RDN umumnya hanya menghasilkan bunga yang relatif kecil, sehingga potensi pertumbuhannya menjadi terbatas. 

Sementara itu, deposito menawarkan tingkat pengembalian yang lebih menarik, berkisar antara 3-4% per tahun. Akan tetapi, setelah dipotong pajak sebesar 20% dan adanya penalti untuk pencairan dana sebelum jatuh tempo, imbal hasil bersihnya menjadi kurang optimal dan likuiditasnya pun terbatas.

Dalam kondisi pasar yang tidak menentu, Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) bisa menjadi opsi menarik yang dapat dipertimbangkan. RDPU menawarkan fleksibilitas dan likuiditas yang tinggi karena investor dapat mencairkan dana kapan saja tanpa dikenakan penalti. 

Selain itu, potensi return RDPU cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan RDN maupun deposito. Keunggulan lainnya adalah pengelolaan dana yang dilakukan oleh para profesional yang berpengalaman, menjadikan RDPU instrumen yang relatif stabil dan aman di tengah volatilitas pasar saham.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper