Bisnis.com, JAKARTA — Memasuki bulan Mei ini, ada adagium klasik di pasar modal yang menarik untuk dianalisis yakni "Sell in May and Go Away."
Ungkapan yang telah lama beredar di kalangan pelaku pasar modal, terutama di belahan dunia Barat, ini sejatinya sebuah strategi yang secara esensial menyarankan para investor untuk melepas kepemilikan aset saham menjelang bulan Mei dan baru kembali mengakumulasinya setelah melewati periode Oktober, biasanya di sekitar pada November. Namun lansekap pasar global saat ini menampilkan karakteristik yang jauh berbeda.
Head of IPOT Fund Dody Mardiansyah mengatakan pasar saat ini tengah berlayar di tengah samudra volatilitas yang tinggi, sebuah kondisi yang dipicu oleh serangkaian faktor kompleks dan saling terkait.
Ketidakpastian ekonomi global yang meliputi perlambatan pertumbuhan di berbagai negara dan ancaman resesi, kebijakan moneter yang dinamis dari bank-bank sentral di seluruh dunia serta tensi geopolitik yang terus membara, semuanya berkontribusi pada kegelisahan pasar.
Menyikapi adagium "Sell in May and Go Away" dalam konteks pasar yang penuh gejolak seperti saat ini diperlukan pendekatan yang jauh lebih hati-hati dan tidak bisa diterapkan secara dogmatis. Dody menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menginterpretasikan dan mengaplikasikan strategi ini.
"Meskipun catatan historis memang menunjukkan adanya pola musiman tertentu di beberapa pasar, investor tidak boleh serta-merta mengambil keputusan investasi hanya berdasarkan istilah 'Sell in May'," ujarnya melalui pernyataan tertulisnya, Sabtu (3/5/2025)