Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Bisa Dekati Rp16.000 per Dolar AS, Tersulut Konflik Timur Tengah

Nilai tukar rupiah diproyeksi mendekati level Rp16.000 per dolar AS usai mengalami pelemahan pada beberapa hari terakhir seiring dengan konflik Timur Tengah.
Pegawai merapikan uang rupiah di cash center Bank Mandiri di Jakarta.
Pegawai merapikan uang rupiah di cash center Bank Mandiri di Jakarta.

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah telah mengalami pelemahan pada beberapa hari terakhir seiring dengan tensi panas di Timur Tengah. Rupiah pun diproyeksikan bisa mendekati level Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) kembali.

Pada pekan ini, rupiah memang sedang dalam tren pelemahan. Mengutip data Bloomberg, pada perdagangan hari ini, Jumat (4/10/2024), rupiah dibuka melemah 99,50 poin atau 0,64% ke level Rp15.528 per dolar AS.

Pada perdagangan kemarin, Kamis (4/10/2024), rupiah juga ditutup melemah 1,05% atau 160,5 poin ke posisi Rp15.428,5 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah kemungkinan akan kembali mendekati level Rp16.000. Terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah itu.

"Dari eksternal, terdapat faktor tensi politik di Timur Tengah yang terus memanas," kata Ibrahim dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (4/10/2024).

Kondisi di Timur Tengah memang semakin memanas setelah Iran dilaporkan menyerang pangkalan jet tempur F-35 milik Israel. Iran meluncurkan serangan rudal besar (dilaporkan 180 rudal) ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan Israel terhadap pemimpin kelompok Islam Hizbullah, Hassan Nasrallah, di Lebanon.

Faktor eksternal lainnya yakni perekonomian AS yang terus membaik. Kemudian, tensi politik di AS juga memanas pasca Pilpres AS.

Adapun, dari internal terdapat faktor deflasi yang terus terjadi ditengarai karena pelemahan daya beli masyarakat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 melanjutkan tren deflasi, yang kali ini sebesar -0,12% secara bulanan (month to month/MtM). Hal ini menandai Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan secara berturut-turut, setelah terakhir mengalami deflasi panjang 7 bulan beruntun pada krisis 1999 silam.

Sebelumnya, Chief Economist of BCA Group David Sumual mengatakan memang nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menguat tajam seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga acuan. Setelah suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia (BI) terealisasi turun, rupiah kian perkasa, dan menjadi paling kuat di emerging market.

Namun, kini laju penguatan rupiah terganjal oleh tensi panas di Timur Tengah. "Ini ada kekhawatiran meluasnya krisis geopolitik di Timur Tengah, di emerging market lain juga melemah," ujar David kepada Bisnis pada Kamis (3/10/2024).

Alhasil, menurutnya pada kuartal IV/2024, pergerakan rupiah akan dipengaruhi oleh tarik menarik sentimen geopolitik di Timur Tengah dan penurunan suku bunga acuan The Fed.

"Ada beberapa faktor yang memengaruhi, tapi yang jelas yang paling kuat adalah tarik menarik suku bunga The Fed dengan kondisi di Timur Tengah," jelas David.

Ia pun memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sulit untuk menguat di bawah level Rp15.000 per dolar AS. Perkiraannya, rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.300 - Rp15.800 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper