Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rapor Emiten RS saat Pemerintah Alokasi Rp114 Triliun ke Kemenkes

Pemerintah alokasikan Rp114 triliun ke sektor kesehatan, emiten RS diprediksi untung.
PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) merampungkan pembangunan tiga rumah sakit baru./Istimewa
PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) merampungkan pembangunan tiga rumah sakit baru./Istimewa
Ringkasan Berita
  • Pemerintah mengalokasikan Rp114 triliun untuk sektor kesehatan, dengan Rp59 triliun untuk BPJS, yang diharapkan memberi dampak positif bagi emiten rumah sakit.
  • Medikaloka Hermina (HEAL) mengalami penurunan laba bersih 34,47% YoY pada semester I/2025, meskipun pendapatan naik tipis 1,32% YoY.
  • Mitra Keluarga Karyasehat (MIKA) dan Sarana Meditama (SAME) mencatatkan pertumbuhan laba bersih, sementara Bundamedik (BMHS) mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengalokasikan Rp114 triliun sebagai anggaran Kementerian Kesehatan. Emiten rumah sakit pun digadang-gadang akan mendapat untung dari anggaran jumbo itu.

Adapun, anggaran ke sektor kesehatan ini naik 8% dari tahun sebelumnya sebesar Rp105,6 triliun. Nantinya, anggaran terbesar akan dialokasikan untuk pembiayaan BPJS yang masuk dalam dana pembiayaan dan tata kelola kesehatan senilai Rp59 triliun pada tahun depan.

Alokasi anggaran lainnya dialokasikan kepada pelayanan kesehatan RS senilai Rp31 triliun, layanan Posyandu senilai Rp24 triliun, dan belanja operasional senilai Rp9,2 triliun.

Secara fundamental, sejumlah emiten rumah sakit Tanah Air mencatatkan kinerja yang beragam sepanjang paruh pertama 2025. Meskipun begitu, sejumlah analis menilai, kenaikan anggaran kesehatan dalam APBN 2026 akan mampu memberikan sentimen positif terhadap emiten-emiten rumah sakit ke depannya.

Berikut rapor emiten Rumah Sakit per semester I/2025:

Medikaloka Hermina (HEAL)

Melansir laporan keuangan per 30 Juni 2025, HEAL mampu membukukan pendapatan yang naik sebesar 1,32% year on year (YoY) sepanjang semester I/2025. Pendapatan HEAL naik dari Rp3,34 triliun pada paruh pertama 2024 menjadi Rp3,38 triliun pada periode yang sama 2025.

Berdasarkan segmen, pendapatan HEAL terutama disumbangkan oleh pengoperasian rumah sakit perseroan yang berlokasi di Pulau Jawa. Di sana, HEAL meraup pendapatan sebesar Rp2,89 triliun pada paruh pertama 2025.

Selanjutnya, pendapatan HEAL juga diraup perseroan lewat kinerja rumah sakit HEAL di Sumatera, yang meraup pendapatan hingga Rp316,43 miliar, diikuti Rp263,71 miliar lewat operasional rumah sakit di Sulawesi dan Kalimantan.

Secara rinci, pendapatan terbesar HEAL datang dari segmen rawat inap, yang membukukan pendapatan sebesar Rp2,01 triliun pada paruh pertama 2025. Meskipun begitu, HEAL mencatatkan pelemahan kinerja pada segmen ini, dari Rp2,04 triliun pada periode yang sama 2024.

Selain itu, pada segmen rawat jalan, HEAL mampu membukukan kenaikan pendapatan menjadi Rp1,25 triliun pada periode yang berakhir Juni 2025. Naik dibandingkan Rp1,21 triliun pada periode yang sama 2024.

Tipisnya kenaikan pendapatan HEAL, tidak sebanding dengan kenaikan beban pokok pendapatan hingga 9,90% YoY menjadi Rp2,26 triliun pada paruh pertama 2025.

Alhasil, HEAL harus membukukan penyusutan laba bersih pada 2025. Bahkan, laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih HEAL susut hingga 34,47% YoY dari Rp343,15 miliar pada paruh pertama 2024 menjadi Rp224,84 miliar pada periode yang sama 2025.

Adapun sepanjang paruh pertama 2025, HEAL mencatatkan piutang usaha dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebesar Rp665,73 miliar. Angka itu susut dari piutang usaha HEAL dari BPJS pada Desember 2024 sebesar Rp726,82 miliar.

Analis BRI Danareksa Sekuritas Ismail Fakhri dan Wilastita Muthia menerangkan, susutnya laba bersih HEAL pada paruh pertama 2025 disebabkan oleh melemahnya pendapatan HEAL dari BPJS akibat verifikasi yang ketat pada paruh pertama 2025.

Hal itu dinilai mengganggu strategi HEAL yang selama ini bergantung pada volume, karena pertumbuhan biaya operasional utama yang tidak seimbang terhadap pendapatan.

"Selain itu, kontribusi rawat inap pasien swasta menurun, yang menyebabkan penurunan intensitas layanan sehingga margin gagal dipertahankan," katanya dalam riset yang dipublikasikan Selasa (5/8/2025).

Halaman
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro