Bisnis.com, JAKARTA – Emiten BUMN farmasi PT Indofarma Tbk. (INAF) sedang berkutat dengan masalah keuangan. Dalam empat tahun terakhir, perseroan selalu mencatat rugi bersih. Inflasi medis pun makin memberatkan langkah perseroan.
Bila dibedah, ongkos beban pokok yang dikeluarkan semakin terpusat pada bahan baku yang membuat laba bruto perusahaan semakin terkikis. Ongkos yang semakin mahal ini sejalan dengan tren inflasi medis yang melonjak.
Seperti diketahui, sejak akhir 2024 INAF menghadapi gugatan PKPU. Emiten farmasi BUMN ini telah sepakat menjual lebih dari 50% aset yang akan digunakan untuk pelunasan pembayaran kewajiban dan utang. Sedangkan, di lantai bursa, INAF telah disuspensi Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak awal 2024.
Menilik kinerja keuangan perusahaan dalam empat tahun terakhir, kinerja keuangan INAF pada semester I/2021 sebenarnya cukup solid. Penjualan bersih meningkat 89,91% year on year (YoY) menjadi Rp849,32 miliar. Sedangkan, beban pokok penjualan juga melambung 68,50% YoY menjadi Rp552,48 miliar. Dari beban pokok ini, bahan baku berkontribusi atas 10,48% dengan nilai Rp57,92 miliar.
Laba bruto INAF juga tumbuh 173,69% YoY dari Rp119,42 miliar menjadi Rp326,84 miliar. Alhasil, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau laba bersih membaik menjadi Rp977,78 juta, dibanding rugi bersih Rp4,66 miliar pada semester I/2020.
Selanjutnya, pada semester I/2022 penjualan bersih terpangkas 32,41% menjadi Rp574,05 miliar. Sedangkan, beban pokok hanya turun 9,04% menjadi Rp502,55 miliar. Namun, porsi bahan baku membesar jadi 11,33% atas total beban pokok, meskipun secara nilai turun 1,68% YoY menjadi Rp56,95 miliar. Alhasil, laba bruto INAF terpangkas 78,12% jadi Rp71,50 miliar, membuat perseroan menanggung rugi bersih Rp90,71 miliar.
Setahun berselang, rugi bersih perseroan semakin membesar menjadi Rp120,35 miliar. Hal ini disebabkan penjualan bersih yang merosot 36,60% YoY menjadi Rp363,96 miliar, sementara beban pokok penjualan hanya turun 30,28% jadi Rp350,36 miliar. Laba bruto perusahaan terpangkas 80,97% YoY menjadi Rp13,60 miliar.