Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah saham sektor kesehatan dinilai masih punya prospek bagus di tengah inflasi medis yang dihadapi industri kesehatan.
Jika menilik kinerja pasar, saham di sektor kesehatan (IDXHEALTH) pada perdagangan terakhir tumbuh 15,76% ke posisi 1.686,07. Pertumbuhannya bahkan lebih tinggi dari sepanjang 2024 yang naik 5,84%.
Head of Investment Information Team Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina mengatakan emiten kesehatan dibagi menjadi tiga subsektor, yaitu farmasi, rumah sakit, dan alat kesehatan.
Menurutnya, harga saham kesehatan saat ini masih cenderung flat. Berdasarkan data BEI pada Juli 2025, price to earnings ratio (PER) IDXHEALTH berada di level 16,72, sedangkan PER market ada di 13,55.
"Untuk farmasi, menurut kita tahun ini yang paling menarik Kalbe Farma (KLBF). Kalbe masih bisa membukukan pertumbuhan laba 10%. Artinya, kalau kita lihat tahun ke tahun konsisten pertumbuhannya," kata Martha, Selasa (19/8/2025).
Adapun, dalam laporan keuangan semester I/2025 penjualan KLBF tumbuh 4,59% year- on-year (YoY) dari Rp16,32 triliun menjadi Rp17,07 triliun. Dalam periode ini, hampir semua segmen penjualan mengalami kenaikan yang membuat laba bersih perusahaan tumbuh 9,40% YoY dari Rp1,80 triliun menjadi Rp1,97 triliun.
Baca Juga
"[Konsistensi kinerja] ini sejalan dengan semakin sadarnya masyarakat dengan kesehatan, maka kinerja perseroan semakin meningkat. Jadi kita lihat Kalbe yang paling menarik," ujarnya.
Kinerja fundamental yang solid belum membuat investor asing terpikat. Martha mencatat KLBF masih menorehkan net foreign sell cukup besar. Pada perdagangan terakhir, jual bersih asing mencapai Rp51,8 miliar, atau Rp1,34 triliun secara year to date.
Dalam perdagangan hari ini, pada pukul 13.05 WIB, KLBF turun 0,72% ke posisi Rp1.357 per saham, namun meningkat 1,10% secara year to date.
"Untuk rekomendasi saham dari berbagai analis, kalau kita lihat [target harga] ada di rata-rata Rp1.600-Rp1.700. Jadi masih ada potensi dari harga sekarang untuk jangka panjang," ungkapnya.
Selanjutnya untuk emiten rumah sakit, Martha mengatakan saat ini ada tiga emiten yang memiliki jaringan rumah sakit terbesar, yakni PT Siloam International Tbk. (SILO), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) dan PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL). Namun, tiga emiten ini menunjukkan kinerja keuangan yang berbeda-beda.
Selama semester I/2025, HEAL membukukan pertumbuhan pendapatan 1,32% YoY menjadi Rp3,38 triliun. Namun, di saat yang sama beban pokok melambung 9,90% YoY menjadi Rp2,26 triliun. Alhasil, laba bersih HEAL kontraksi 34,47% YoY menjadi Rp224,84 miliar.
Sementara untuk MIKA, dalam paruh pertama 2025 perseroan membukukan pertumbuhan pendapatan 4,52% YoY menjadi Rp2,56 triliun. Sementara itu, beban pokok hanya meningkat 2,39% YoY menjadi Rp1,16 triliun. Beda dengan HEAL, MIKA di paruh pertama 2025 ini membukukan pertumbuhan laba bersih 6,52% YoY menjadi Rp639,72 miliar.
Adapun untuk SILO, perseroan belum mempublikasikan laporan keuangan kuartal II/2025. Namun, Martha mencatat dalam kuartal I/2025 SILO telah menunjukkan perbaikan kinerja yang cukup baik.
"SILO ini jaringan rumah sakitnya yang terbesar kedua setelah HEAL. Kinerjanya cukup stabil, kalau kita lihat di kuartal I sudah menunjukkan perbaikan angka. Harusnya SILO di kuartal II membukukan kinerja yang membaik," ungkapnya.
Sementara di sektor alat pendukung kesehatan, Martha menyoroti kinerja PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) yang cukup apik. Dalam semester I/2025, IRRA membukukan pertumbuhan pendapatan 76,5% YoY menjadi Rp344,41 miliar. Bahkan, laba bersih perusahaan terdongkrak 200% YoY dari Rp8,84 miliar menjadi Rp26,58 miliar.
Menurutnya, investasi pada saham-saham di sektor kesehatan bisa menjadi pilihan untuk jangka panjang karena pergerakan sahamnya yang cenderung defensif.
"Walaupun super defensif, pertumbuhannya cukup menarik, untuk IRRA setelah di 2022 waktu itu COVID-19 puncak-puncaknya, lalu di 2022-2023 sekarang pertumbuhannya sudah mulai akselerasi kembali. Earnings per share (EPS)-nya naik dari 5 [kuartal II/2024] menjadi 16 [kuartal II/2025]. Naik cukup besar. Ini bisa menjadi pilihan," pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.