Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Katalis Positif Pasar Obligasi dari Pelonggaran Moneter Semester II/2025

Kinerja pasar surat utang diperkirakan makin kuat pada semester II/2025 ditopang oleh arah kebijakan moneter longgar bank sentral.
Pegawai mengamati pergerakan harga saham dan obligasi di Profindo Sekuritas, Jakarta, Kamis (5/9/2024)./JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai mengamati pergerakan harga saham dan obligasi di Profindo Sekuritas, Jakarta, Kamis (5/9/2024)./JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pasar obligasi Indonesia diproyeksikan akan mendapatkan angin segar sentimen positif pada paruh kedua 2025. Salah satu katalisnya adalah prospek penurunan suku bunga acuan.

Senior Fixed Income Portfolio Manager Grow Investments Andy Rachman mengatakan di sepanjang tahun berjalan 2025, terjadi tren penurunan imbal hasil atau yield pada Surat Utang Negara (SUN) untuk tenor 10 tahun. Di pasar obligasi, penurunan yield akan mendorong harga obligasi naik. 

"Jadi banyak investor yang sudah menikmati positif return dari obligasi tahun ini," kata Andy dalam market outlook pada Rabu (2/7/2025).

Saat ini, yield SUN bertenor 10 tahun berada di level 6,6% atau telah turun sekitar 40 basis poin sejak akhir 2024. Penurunan yield SUN bahkan terlihat lebih kencang dibandingkan yield obligasi AS yakni US Treasury yang sebanyak 33 basis poin dalam periode yang sama.

Adapun, pada paruh kedua 2025, prospek penurunan yield masih terbuka lebar seiring dengan proyeksi penurunan suku bunga acuan. Bank Sentral AS (Federal Reserve) diperkirakan menurunkan suku bunga pada September 2025 ini.

"Kemungkinan terbesar The Fed pangkas [suku bunga acuan] di September 2025. Ada dua sampai tiga kali [penurunan]. Kemudian, akan diikuti penurunan yield, harga obligasi naik hingga akhir tahun," ujar Andy.

Andy mengatakan terdapat sejumlah pendukung alasan penurunan suku bunga acuan The Fed. Kondisi ekonomi AS saat ini misalnya telah mengalami pelemahan. Di berbagai sektor dan data seperti perumahan hingga ketenagakerjaan menunjukan tren merah. 

Artinya data ekonomi AS di bawah ekspektasi pasar. Lalu, pasar butuh stimulus, di mana salah satunya adalah penurunan suku bunga acuan.  Peluang lainnya hadir dari aliran dana asing. Sebab, saat ini porsi kepemilikan investor asing di pasar obligasi Tanah Air masih rendah, hanya sekitar 14%. Alhasil, masih terbuka lebar keran masuknya dana asing ke pasar obligasi Tanah Air.

CIO BNI Asset Management Farash Farich juga mengatakan terdapat peluang reli lanjutan yield 10 tahun obligasi pemerintah menuju kisaran 6,4% apabila stabilitas makroekonomi tetap terjaga dan arus masuk dari investor asing terus berlanjut. 

Valuasi surat utang negara (SUN) Indonesia masih kompetitif dibandingkan negara-negara peers dengan rating serupa, yang membuat pasar obligasi domestik tetap menarik hingga akhir tahun.

Kebijakan penurunan rasio giro wajib minimum (GWM) sekunder dari 5% menjadi 4% yang mulai berlaku efektif per Juni 2025 juga memberikan dorongan likuiditas ke pasar obligasi. Kebijakan itu merupakan bagian dari langkah Bank Indonesia (BI) dalam melonggarkan likuiditas perbankan, dengan estimasi tambahan likuiditas mencapai Rp78,45 triliun.

Selain itu, jatuh tempo obligasi negara seri FR0081 dengan nilai outstanding sekitar Rp142,2 triliun, serta jatuh tempo Sekuritas Rupiah BI (SRBI) sebesar Rp134 triliun per Juni ini, turut menambah likuiditas secara keseluruhan di sistem keuangan. 

"Dengan kondisi tersebut, kami melihat potensi bagi perbankan untuk melakukan re-investasi atau bond replacement, terutama pada tenor menengah," ujar Farash. 

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper