Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas diproyeksikan masih berada di jalur penguatan atau fase bullish didorong oleh sentimen ketidakpastian global, perang dagang, dan tensi konflik geopolitik. Pada kuartal II/2025, harga emas diestimasi menuju level US$3.300 per ons.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah pada hari ini, Rabu (16/4/2025). Emas spot melonjak 57,99 poin atau 1,85% ke posisi US$3.290,4 per ons hingga pukul 13.10 WIB.
Pengamat emas Ibrahim Assuaibi menerangkan proyeksi tren bullish harga emas didasarkan pada kondisi geopolitik dan perang dagang yang
terjadi di dunia.
“Baik fundamental maupun teknikal, kemungkinan [harga emas] masih akan naik. Pada kuartal II/2025 kemungkinan besar akan menyentuh level US$3.300 per ons," kata Ibrahim saat dihubungi Selasa (15/4/2025).
Perang dagang yang dikobarkan oleh Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya harga emas di dunia.
Selain itu, rencana penurunan suku bunga The Fed dan kondisi geopolitik yang memanas di Timur Tengah dan Ukraina juga menjadi
faktor lainnya.
“Pada saat perang dagang ini, dolar AS itu stagnan sebenarnya. Tetapi orang lari membeli logam mulia sebagai safe haven," jelasnya.
Ibrahim menambahkan faktor lain yang mendorong bullish emas ialah ekspektasi penurunan suku bunga dan tensi konflik geopolitik yang berisiko memanas.
Senada, analis pasar dari Dupoin Indonesia Andy Nugraha mengatakan dari sisi teknikal harga emas berpotensi lanjut menguat. Apalagi, pada sesi awal Rabu (16/4/2025), emas melanjutkan reli dan berhasil mencetak rekor tertinggi baru di sekitar level $3.275 per ons.
Menurut Andy, kenaikan ini dipicu oleh ketidakpastian global yang kian memanas, terutama terkait arah kebijakan Presiden AS Donald Trump.
“Saat ini indikator teknikal mengonfirmasi kekuatan tren naik. Selama tidak ada pembalikan arah yang signifikan, harga emas berpotensi menembus level US$3.300 dalam waktu dekat,” jelas Andy dalam riset, Rabu (16/4/2025).
Namun, dia juga memberikan catatan penting bahwa pasar tetap perlu mengantisipasi potensi pembalikan (reversal). Jika tekanan jual mulai muncul, level support terdekat berada di sekitar US$3.211, yang akan menjadi titik krusial untuk menentukan arah harga selanjutnya.
“Level tersebut bisa menjadi acuan bagi pelaku pasar dalam mengambil posisi short-term,” tambahnya.
Kondisi fundamental global disebut Andy turut memperkuat reli harga emas. Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun tercatat turun tajam sebesar empat setengah basis poin ke 4,339%, sedangkan imbal hasil riil turun menjadi 2,149%.
Secara historis, jelasnya, penurunan imbal hasil ini menjadi pendorong utama naiknya harga emas karena menurunkan opportunity cost dalam menyimpan aset non-yield, seperti logam mulia.
Baca Juga : Rekomendasi Saham Emiten Penambang Logam Mulia (ANTM, MDKA, BRMS) di Tengah Tren Bullish Emas |
---|
Pelemahan dolar AS serta ketidakpastian arah kebijakan Trump, terutama rencana tarif terhadap sektor farmasi, turut menambah tekanan terhadap sentimen risiko global. Di sisi lain, Tiongkok juga memanas dengan keputusan mereka untuk menghentikan pengiriman pesawat Boeing, sebuah langkah yang menambah ketegangan perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar dunia tersebut.
Pelaku pasar juga menunggu pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell pada hari ini. Menurutnya, ekspektasi bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya dalam beberapa bulan ke depan telah membantu menopang harga emas dalam beberapa minggu terakhir.
Dengan semua faktor tersebut, Andy menilai bahwa outlook jangka pendek emas masih positif.
“Selama tensi geopolitik dan ketidakpastian ekonomi tetap tinggi, emas akan terus menjadi pilihan utama investor,” pungkasnya.