Bisnis.com, JAKARTA — Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI027 menjadi Surat Berharga Negara (SBN) ritel pertama yang akan ditawarkan pemerintah pada 2025. Namun dalam penerbitannya menghadapi sejumlah tantangan.
Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramdhan Ario Maruto mengatakan bahwa penentuan kupon SBN ritel ORI027 akan mengikuti pergerakan yield pada saat SBN ritel tersebut akan ditawarkan.
"Kupon bisa sebesar 6,8%-7%. Yield obligasi pada awal tahun ini saja sekitar 7%, jadi paling tidak ORI027 dengan tenor 3 tahun akan menawarkan kupon 6,7%-6,8%,’’ katanya, Senin (6/1/2025).
Menurutnya, kemungkinan keadaan pasar saat ini tidak akan banyak berubah beberapa pekan ke depan, saat seri ORI027 ditawarkan pada 27 Januari 2025.
Dia menjelaskan sejumlah tantangan yang dihadapi pasar obligasi, di antaranya kondisi pasar saat ini yang dibayangi ketidakpastian global imbas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS yang akan digelar pada 20 Januari 2025 berpotensi semakin memicu ketidakstabilan global yang dapat mempengaruhi naiknya yield obligasi.
Baca Juga
Dia menjelaskan bahwa kebijakan proteksionisme Trump seperti penetapan tarif tinggi dapat menciptakan ketidakstabilan di pasar keuangan global, dengan perang dagang yang terjadi antara AS dan China.
"Sebagai ekonomi dua kutub [AS dan China], ekonomi besar dunia, kalau mereka bersaing secara frontal ini kan dampaknya negatif ke negara-negara lain," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Fixed Income Analyst Pefindo Ahmad Nasrudin yang mengatakan risiko ketidakpastian kebijakan di era Trump 2.0 dengan kebijakan pro-pertumbuhan akan membuat yield lebih kaku untuk turun.
Menurutnya, penerapan tarif yang tinggi dari AS akan memicu pembalasan dari negara lain. Selain itu, adanya risiko geopolitik karena perang belum selesai.
"Inflasi di AS lebih kaku akibat kebijakan pro-pertumbuhan Trump 2.0, membuat yield di AS turun tapi gradual [bertahap], yang pada akhirnya berdampak pada pricing yield di Indonesia," katanya.
Selain itu, dia mengatakan bahwa rupiah juga masih relatif rentan di tengah risiko eksternal dan terjadi penguatan nilai dolar AS yang meningkatkan risiko translasi, serta mengurangi fleksibilitas Bank Indonesia (BI) dalam menjalankan kebijakan moneter.
"Subtitusi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia [SRBI] dengan suku bunganya yang lebih tinggi daripada surat utang pemerintah, mendorong investor untuk meminta imbal hasil tinggi pada surat utang pemerintah karena keduanya sama-sama bebas risiko," tambahnya.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI akan mulai menawarkan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI027 pada 27 Januari 2025 hingga 20 Februari 2025.
Adapun dalam catatan Bisnis.com, ORI terakhir yang ditawarkan oleh pemerintah yakni seri ORI026 dengan penawaran yang dilakukan pada 30 September 2024 - 24 Oktober 2024.
Penjualan ORI026 tembus Rp19,35 triliun dari target kuota nasional Rp25 triliun. ORI026 tersedia dalam dua seri, yaitu ORI026T3 tenor 3 tahun dengan kupon 6,3% dan ORI026T6 tenor 6 tahun dengan kupon 6,4%.