Bisnis.com, JAKARTA — Saham emiten konglomerasi Grup Sinar Mas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) telah masuk ke dalam indeks Morgan Stanley Capital International atau MSCI dan indeks FTSE Global Equity Series. Bagaimana kemudian proyeksi kinerja saham dan bisnisnya?
Terbaru, DSSA masuk ke dalam indeks FTSE Global Equity Series usai FTSE Russell mengumumkan kocok ulang atau rebalancing konstituen indeks. Berdasarkan data FTSE Russel yang dikutip Selasa (25/8/2025), saham DSSA masuk ke dalam kategori large cap FTSE Global Equity Index Series seri Asia Pacific ex Japan ex China.
Hasil rebalancing itu berlaku mulai 19 September dan efektif pada 22 September 2025.
Sebelumnya, saham DSSA juga masuk ke dalam indeks MSCI usai rebalancing bulan ini. Sebagaimana diketahui, MSCI telah resmi mengumumkan hasil rebalancing indeks yang akan berlaku efektif mulai 27 Agustus 2025. Dalam tinjauan terbaru, saham DSSA resmi masuk ke MSCI Global Standard Index.
Gerak harga saham emiten besutan Sinar Mas ini pun menanjak. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham DSSA menanjak 8,2% ke level Rp86.425 per lembar pada pembukaan perdagangan hari ini, Selasa (26/8/2025).
Setidaknya dalam sebulan perdagangan terakhir, harga saham DSSA naik 31,55%. Harga saham DSSA kokoh di zona hijau, menguat 134,53% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025.
Baca Juga
Saat momen pengumuman masuknya DSSA ke dalam MSCI Global Standard Index awal bulan ini (8/8/2025), harga saham DSSA pun sempat terbang dan menyentuh auto reject atas (ARA). Harga saham DSSA pun menyentuh level penutupan tertinggi atau all time high (ATH) sejak perseroan melantai di BEI pada 10 Desember 2009.
Meski begitu, harga saham DSSA mencatatkan larinya dana asing atau net sell asing sebesar Rp25,1 miliar dalam sebulan perdagangan terakhir. Di sisi lain, DSSA membukukan nilai beli bersih atau net buy asing sebesar Rp242 miliar sepanjang tahun berjalan.
Adapun kapitalisasi pasar atau market cap saham DSSA pun mencapai Rp665,9 triliun sejauh ini.
Prospek saham DSSA
Di tengah lonjakan harga saham yang tersengat sentimen masuknya saham ke indeks MSCI dan FTSE, saham DSSA dinilai prospektif. Analis Sucor Sekuritas Cheryl Jennifer Wang dan Paulus Jimmy dalam risetnya memberikan peringkat buy untuk DSSA berdasarkan valuasi sum of the parts (SOTP).
"Kami memandang DSSA sebagai proksi untuk salah satu eksposur infrastruktur digital terbesar di Indonesia, dengan potensi keuntungan tambahan dari strategi pertumbuhan anorganik yang direncanakan," tulis Cheryl dan Paulus dalam risetnya pada beberapa waktu lalu.
DSSA sedang bertransformasi menjadi salah satu perusahaan konglomerasi infrastruktur digital terbesar dan paling terintegrasi di Indonesia. DSSA mengendalikan aset infrastruktur perangkat keras utama, termasuk jaringan fiber-to-the-home (FTTH) dengan 6,8 juta home pass hingga pusat data berkapasitas hingga 40 MW.
Melengkapi infrastruktur fisiknya, DSSA juga memiliki aset ekosistem digital strategis, seperti dompet elektronik DANA dan saham minoritas di Vidio.
Kemudian, di segmen usaha batu bara dan energi terbarukan, DSSA mengandalkan anak usahanya PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS).
Ke depan, DSSA pun masih bisa bergeliat ekspansi, di mana ekspansi DSSA ke depan akan didorong oleh akuisisi.
"DSSA berada di posisi yang tepat untuk mengejar peluang pertumbuhan anorganik di seluruh infrastruktur digital, ekosistem teknologi, dan industri terkait energi hijau," tulis dalam riset Sucor Sekuritas.
Akan tetapi, DSSA menghadapi sejumlah tantangan di antaranya keterlambatan jadwal untuk aksi korporasinya di masa mendatang dan siklus turun harga batu bara yang berkepanjangan, yang dapat mengakibatkan berkurangnya arus kas dari bisnis lamanya. Selain itu, tantangan bagi DSSA adalah kondisi pasar yang tidak menguntungkan di tengah potensi monetisasi anak usaha.
Sebelumnya, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menilai masuknya DSSA ke dalam indeks global berpotensi memicu aliran dana masuk signifikan dari passive fund global yang mereplikasi indeks tersebut.
"Berdasarkan historis kasus serupa, saham yang masuk ke MSCI Global Standard rata-rata mengalami kenaikan volume dan harga pada 1 hingga 2 pekan menjelang effective date, seiring dengan aksi front-running oleh investor ritel dan aktif fund,” ujar Liza kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
DSSA, lanjutnya, lolos ke MSCI berkat eksposur energi terbarukan. Kapitalisasi pasar, likuiditas, dan kesesuaian free float menjadi faktor utama keduanya menembus indeks utama. Kendati demikian, sektor energi tetap menyimpan risiko tinggi terkait volatilitas harga komoditas global, terutama batu bara.
Liza menyatakan bahwa meskipun sensitif terhadap harga komoditas, emiten terpilih tetapi bisa menjadi magnet bagi investor global yang mencari eksposur pertumbuhan berbasis sumber daya.
_______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.