Bisnis.com, JAKARTA – Emiten batu bara yang dianggap punya nasib mujur salah satunya diukur dari adaptasi perusahaan melakukan diversifikasi bisnis. Hal itu seiring dengan komitmen pemerintah Indonesia dan dunia untuk mendongkrak penggunaan energi bersih untuk pembangkit listrik.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mencontohkan beberapa emiten yang telah memulai melakukan diversifikasi bisnis adalah PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) dan PT Indika Energy Tbk. (INDY).
"Bagi emiten yang berkomitmen melakukan diversifikasi bisnis EBT tentu jadi emiten yang lebih berkelanjutan. Karena ke depan, pamor saham batu bara bagi investor asing juga akan semakin berkurang," kata Nafan kepada Bisnis, Senin (18/8/2025).
Adapun, INDY menargetkan pendapatan non-batu bara perseroan dapat mencapai 50% pada 2028. Caranya adalah melalui penguatan diversifikasi di luar batu bara menjadi pilar utama strategi untuk mewujudkan target itu. INDY juga telah mengalokasikan lebih dari 90% belanja modal ke sektor non-batu bara pada triwulan pertama 2025.
Merujuk laporan keuangan kuartal II/2024, terjadi penurunan kontribusi pendapatan dari penjualan batu bara menjadi 82,41% dari 88,96% pada kuartal II/2024. Dalam enam bulan pertama 2025, INDY membukukan pendapatan sebesar US$985,82 juta dengan pendapatan dari penjualan batu bara sebesar US$788,51 juta.
Emiten lainnya yang juga sedang mengurangi ketergantungan dari bisnis batu bara adalah PT Bumi Resources Tbk. (BUMI). Tercatat, porsi pendapatan penjualan batu bara atas total pendapatan perseroan terpangkas dari 99,42% pada kuartal II/2020 menjadi hanya 82,17% pada kuartal II/2025.
Perseroan menargetkan pendapatan non-batu bara dapat berkontribusi sebesar 50% dari total pendapatan pada 2030.
Nafan melanjutkan, pamor saham batu bara yang berkomitmen melakukan diversifikasi akan semakin meningkat jika emiten mengimbanginya dengan penerapan environment, social and good governance (ESG) dengan baik.
"Rekomendasi akumulatif beli untuk BUMI dengan target harga Rp145, dan rekomendasi akumulatif beli untuk INDY dengan target harga Rp1.620," ujarnya.
Dalam penutupan perdagangan terakhir, BUMI tidak beranjak dari posisinya di level Rp108 per saham, sedangkan secara year to date terpangkas 8,47%. Dalam sehari, tercatat net foreign buy BUMI sebesar Rp14,6 miliar, namun secara year to date masih menorehkan net foreign sell Rp603 miliar.
Sementara itu, INDY pada Jumat (15/8/2025) ditutup turun 1,47% ke posisi Rp1.340 per saham, dan terpangkas 10,37% secara year to date. Net foreign sell dalam sehari mencapai Rp3,74 miliar, atau Rp160 miliar secara year to date.
Nafan melanjutkan, diversifikasi bisnis batu bara memang akan membutuhkan belanja modal (capex) yang besar dan bisa menggerus keuangan perusahaan. Namun, dampak tersebut hanya akan terjadi pada jangka menengah dan pendek.
"Kalau yang ditanamkan Pak Prabowo, Pak Prabowo kan menargetkan bauran listrik 100% EBT dalam 10 tahun ke depan. Jadi masih ada waktu. Belum lagi permintaan batu bara masih relatif stagnan, jadi mau tidak mau emiten harus berkomitmen penuh dalam diversifikasi bisnis ke sektor EBT," pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.