Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menjebloskan saham PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) ke dalam Papan Pemantauan Khusus dengan skema perdagangan full call auction (FCA) mulai Selasa (12/8/2025).
Kepala Divisi PLP BEI Teuku Fahmi Ariandar dalam pengumuman No. Peng-PK-00049/BEI.PLP/08-2025 menyampaikan bahwa saham BUVA masuk Papan Pemantauan Khusus FCA bersama dengan PT Golden Flower Tbk. (POLU). Keduanya memenuhi kriteria no.10 dalam aturan efek bersifat ekuitas dalam pemantauan khusus.
Kriteria 10 itu ialah dikenakan penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari 1 hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
BEI tercatat telah dua kali mengenakan suspensi terhadap saham BUVA. Pertama, suspensi diterapkan BEI terhadap saham BUVA pada 30 Juli 2025. Suspensi kemudian dibuka pada 31 Juli 2025.
Kedua, BEI kembali menggembok saham BUVA pada 1 Agustus 2025. Suspensi itu baru akan dibuka pada Selasa (12/8/2025) bersamaan dengan masuknya saham BUVA ke dalam Papan Pemantauan Khusus FCA. Artinya, perdagangan saham BUVA sudah dikunci selama 7 hari perdagangan bursa.
Di lantai bursa, saham BUVA melonjak 256,16% dalam sebulan terakhir dari posisi Rp73 per saham pada 1 Juli 2025 ke level Rp260 per saham pada 31 Juli 2025.
Dari sisi strategi bisnis, emiten yang terafiliasi Happy Hapsoro itu mengungkap rencana untuk mengakuisisi 55% saham PT Bukit Permai Properti dalam upaya memacu pengembangan properti di Uluwatu, Bali.
Direktur Utama BUVA Satrio menjelaskan bahwa pemilihan Bukit Permai Properti (BPP) sebagai target akuisisi didasarkan pada pertimbangan strategis dan komersial, termasuk potensi sinergi dengan portofolio perseroan.
BPP merupakan pengembang properti dengan luas lahan sekitar 19,3 hektare yang terletak berdampingan dengan salah satu aset BUVA, Alila Villas Uluwatu. Untuk itu, rencana akuisisi diproyeksikan berkontribusi positif bagi perseroan.
“Perseroan berencana untuk mengakuisisi kepemilikan mayoritas sebesar 55% dari saham BPP guna memberikan kendali strategis bagi perseroan dalam pengelolaan dan pengembangan aset BPP ke depan,” tutur Satrio dalam surat kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (6/8/2025).
Dia menambahkan bahwa rencana akuisisi perseroan diharapkan memberi nilai tambah dari sisi sinergi operasional dengan aset yang telah ada, sekaligus meningkatkan kapasitas pengembangan properti di Bali.
Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA) mengumumkan rencana penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue sebanyak-banyaknya 4,8 miliar saham baru, dengan nominal Rp50 per saham.
Sebelumnya, BUVA mengumumkan bakal melakukan rights issue sebanyak-banyaknya 3,6 miliar lembar saham baru, dengan nominal yang sama. Namun, melalui suratnya kepada Bursa, BUVA merevisi rencana itu dan menambah sebanyak-banyaknya 1,2 miliar lembar saham baru.
Akan tetapi, manajemen BUVA tidak menerangkan alasan penambahan rencana tersebut. Hanya saja, dana hasil rights issue akan digunakan perseroan, salah satunya untuk pelunasan kewajiban perseroan.
Dalam aksi itu, perseroan telah meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada Selasa (22/7/2025).
“Perseroan berencana untuk menggunakan seluruh dana hasil PMHMETD, setelah dikurangi biaya emisi, untuk pengembangan usaha, belanja modal dan/atau pelunasan kewajiban Perseroan dan/atau entitas anaknya,” kata manajemen BUVA dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (21/7/2025).