Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas analis masih merekomendasikan beli terhadap saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) di tengah rencana perseroan untuk melaksanakan konsolidasi anak usaha.
Seperti diberitakan Bisnis, Telkom akan melakukan konsolidasi anak usaha dengan fokus pada tiga lini bisnis utama. BPI Danantara pun meminta jumlah anak usaha dipangkas menjadi 22 dari saat ini sekitar 60 perusahaan.
Menurut Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Telkom Angelo Syailendra, TLKM saat ini memiliki sekitar 60 anak usaha, sebanyak 49 perusahaan berstatus sebagai pemegang saham pengendali langsung, sedangkan sisanya bukan pengendali.
“Sebanyak 49 perusahaan kami punya control subsidiary, sebanyak enam kita mayoritas tapi bukan pengendali dan lima perusahaan itu kami minoritas,” ujarnya dalam media briefing di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dia mencontohkan, Telkom ternyata memiliki saham di PT Pefindo Biro Kredit, meskipun sebagai pemegang saham minoritas.
“Ternyata ternyata kami punya saham 6% di Pefindo, kayak gitu ada lima perusahaan,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, paparnya, dalam 2-3 tahun ke depan jumlah anak usaha akan dipangkas hingga menjadi sekitar 22 perusahaan. Hal tersebut, sambungnya, sesuai dengan arahan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang ingin perampingan usaha.
Telkom menargetkan perampingan anak usaha tersebut tuntas paling lambat akhir 2027.
“Sekarang ini sedang berjalan, harapannya bakal finish di akhir 2027,” kata Angelo.
Di lantai bursa, saham TLKM menguat 10,33% year-to-date ke posisi Rp2.990 pada Senin (11/8/2025) dari level Rp2.710 pada akhir 2024. Mayoritas analis yang mengulas saham TLKM tercatat masih merekomendasikan saham emiten telekomunikasi pelat merah itu.
Berdasarkan data Bloomberg, 29 dari 41 analis menyematkan rekomendasi beli terhadap TLKM dan 12 analis merekomendasikan hold. Target harga saham TLKM berdasarkan konsensus analis ada di level Rp3.268 per saham.
Terbaru, analis CLSA Norman Choong merekomendasikan akumulasi terhadap saham TLKM dengan target harga Rp3.600 per saham. Selain itu, peringkat beli untuk saham TLKM juga direkomendasikan oleh analis BNI Sekuritas Aurellia Setiabudi dengan target harga Rp3.400 dan analis Yuanta Investment Sekuritas Chandra Pasaribu dengan target harga Rp3.720 per saham.
Sementara itu, analis UOB Kay Hian Sekuritas Paula Ruth menyematkan peringkat hold dengan target harga Rp2.900 dan analis RHB Research Wendy Chandra merekomendasikan netral untuk saham TLKM dengan target harga Rp3.280 per saham.
Dalam risetnya, analis Panin Sekuritas menurunkan peringkat untuk saham TLKM menjadi hold dari sebelumnya beli dengan target harga tetap di level Rp3.000 seiring dengan telah tercapainya target harga.
Meski demikian, Panin Sekuritas menyoroti beberapa hal yang perlu dipertimbangkan bagi investor yang berminat mengoleksi TLKM. Dua di antaranya yaitu kinerja Telkom yang masih tertekan secara operasional pada 2025 dan average revenue per user (ARPU) yang masih turun.
"Perkembangan FMC belum begitu terlihat signifikan kontribusinya terhadap pertumbuhan kinerja perseroan, per 6M25 penetrasinya masih stabil di 55%," tulisnya dalam riset, dikutip Senin (11/8/2025).
Dalam jangka panjang, lanjut Panin Sekuritas, Telkom didorog oleh prospek pertumbuhan pendapatan pusat data.
"Posisi neraca yang lebih sehat dari peers dapat mendorong perseroan dapat mengembangkan bisnis khususnya pada keikutsertaan perseroan dalam lelang frekuensi."
Senada, analis JP Morgan Sekuritas juga menyematkan peringkat netral untuk TLKM dengan target harga yang direvisi menjadi Rp3.000 per saham.
"Telkom mempertahankan panduan capex sebesar 17%-19% dari penjualan pada 2025," tulisnya.
Dalam riset tersebut, JP Morgan Sekuritas juga memperkirakan Telkom dapat membukukan nilai aset tetap sekitar Rp100 triliun hingga Rp150 triliun dari upaya membuka aset infrastruktur digital perseroan. Aset tersebut a.l. menara, fiber optic, data center, fiber to the home, hingga kabel bawah laut, dan satelit.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.