Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi Cuan CTRA & SMRA Saat NPL Tinggi Bayangi Sektor Properti

Sektor properti masih tertekan akibat likuiditas perbankan yang ketat dan tingginya rasio kredit bermasalah, meski tren penurunan suku bunga BI memberi harapan.
Foto udara proyek pembangunan perumahan di kawasan Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025)/JIBI/Bisnis/Rachman
Foto udara proyek pembangunan perumahan di kawasan Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2025)/JIBI/Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Sektor properti masih menghadapi tekanan dari ketatnya likuiditas perbankan dan peningkatan rasio kredit bermasalah di tengah tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). 

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sektor properti tercatat mencapai 3,17% per Mei 2025. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam empat tahun terakhir, bahkan melampaui level saat pandemi Covid-19 pada 2020 sebesar 2,65%.

Persoalan lain datang dari sisi likuiditas perbankan. Masih berdasarkan data OJK, loan to deposit ratio (LDR) perbankan telah mencapai 88,16% hingga Mei 2025 atau meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 87,99%. 

Kondisi ini pun tecermin dari kinerja indeks saham properti. Hingga perdagangan Senin (21/7/2025), indeks masih melemah 0,51% sejak awal tahun meski BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali.  

Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menilai bahwa tren penurunan suku bunga acuan atau BI rate berpotensi menurunkan NPL sektor properti, meski dampaknya tidak akan langsung terasa. 

“BI rate sudah diturunkan tiga kali pada tahun ini dan BI masih memiliki ruang untuk menekan suku bunga acuan lebih lanjut. Jadi, ini berpeluang menurunkan NPL tetapi butuh proses panjang,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (22/7/2025)

Hal itu disebabkan proses transmisi kebijakan moneter, dari pelonggaran suku bunga acuan ke peningkatan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA), dinilai membutuhkan waktu. 

“Butuh proses yang panjang karena penurunan borrowing cost juga harus terasa, Jadi, permintaan KPR dan KPA meningkat, terjadi peningkatan kredit yang berkualitas sehingga nantinya kenaikan NPL bisa diredam,” ucap Nafan. 

Dia menambahkan proses peralihan dari kondisi likuiditas yang ketat ke pelonggaran juga tidak instan. Oleh sebab itu, investor masih akan bersikap wait and see terhadap saham-saham sektor properti dalam jangka pendek.

Secara teknikal, Mirae Asset merekomendasikan akumulasi beli untuk dua saham properti yakni PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) dengan target harga Rp1.420 dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) di level Rp474 per saham.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham CTRA kini berada di level Rp940 per saham atau melemah 4,08% sejak awal tahun (year to date/YtD). Adapun SMRA turun 20,82% menuju level Rp388 per saham.  

Dalam perkembangan sebelumnya, Direktur Summarecon Agung Lydia Tjio menyambut keputusan BI yang telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2025. 

Menurut Lydia, penurunan suku bunga acuan berpotensi memberikan angin segar yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. 

“Seiring penurunan suku bunga, diharapkan juga dapat memberikan efek positif bagi perseroan di mana dapat berpotensi menurunkan cost of fund dan diharapkan dapat menurunkan suku bunga KPR bagi konsumen,” tuturnya.

Di sisi lain, untuk menghadapi risiko pelemahan daya beli pada paruh kedua 2025, SMRA akan menawarkan bauran produk yang menyasar berbagai segmen.

Produk tersebut mencakup rumah, ruko, apartemen, dan perkantoran yang letaknya terdiversifikasi di 9 township berbeda. Dengan beragam produk yang ditawarkan, SMRA optimistis dapat meraih target marketing sales 2025. 

“Kami juga menawarkan produk-produk dengan harga jual di kisaran harga yang beragam sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat,” ucap Lydia.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro