Bisnis.com, JAKARTA — Emiten tambang di bawah holding BUMN pertambangan MIND ID menetapkan strategi ekspansi secara agresif, dengan mengalokasikan belanja modal (capex) hingga Rp23,47 triliun pada 2025.
Berdasarkan data yang dihimpun, alokasi terbesar digelontorkan oleh PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dengan nilai mencapai US$540 juta atau setara Rp8,8 triliun berdasarkan kurs Jisdor Rp16.301 per dolar Amerika Serikat.
Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) menargetkan belanja modal sebesar Rp7,2 triliun, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) senilai Rp7 triliun, dan PT Timah Tbk. (TINS) mencapai Rp469 miliar pada 2025.
Jika diakumulasikan, alokasi belanja modal dari keempat emiten tambang pelat merah ini mencapai Rp23,47 triliun atau meningkat hampir dua kali lipat dari estimasi capex pada tahun lalu yang berkisar Rp13 triliun.
Market Analyst BRI Danareksa Sekuritas Chory Ramdhani mengatakan bahwa agresivitas alokasi belanja modal ini mencerminkan tekad MIND ID untuk mengakselerasi hilirisasi dan mendukung agenda transisi energi nasional.
“Namun, dari sisi pasar, ekspansi ini masih underappreciated karena pelaku pasar masih menunggu realisasi proyek dan kejelasan monetisasi hilirisasi terhadap kinerja bottom line,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (21/7/2025).
Baca Juga
Di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI), hanya saham ANTM yang membukukan performa positif sejak awal tahun (year to date/YtD) dengan kenaikan 109,18%. Adapun tiga saham lainnya masih bertahan di zona merah.
Menurut Chory, lonjakan capex tersebut bisa menjadi katalis positif bagi saham-saham tambang BUMN. Namun demikian, dampak dari langkah ini diperkirakan baru terasa dalam jangka menengah hingga panjang.
Masalahnya, dalam jangka pendek pasar cenderung berhati-hati karena belanja modal yang besar seringkali berdampak pada arus kas dan margin. Untuk itu, sentimen akan lebih terjaga bila diikuti dengan kemajuan proyek.
“Sentimen akan lebih kuat jika dibarengi dengan kemajuan proyek strategis, seperti ekosistem EV battery atau gasifikasi batubara yang terukur dan terkomunikasikan dengan baik ke publik,” pungkas Chory.
Dari sisi prospek investasi, saham ANTM dinilai masih menjadi pilihan utama karena mendapat dukungan dari eksposur langsung terhadap nikel dan proyek hilirisasi. Hal ini juga diikuti dengan kondisi neraca keuangan yang relatif kuat.
Sementara itu, PTBA menarik secara valuasi karena dividen tinggi dan price-to-earnings ratio (PER) rendah. Namun, tekanan dari sentimen ESG (Environmental, Social, Governance) dan tren dekarbonisasi global menjadi tantangan.
Adapun INCO dinilai punya prospek jangka panjang yang solid berkat proyek HPAL dan smelter, tetapi masih menghadapi tekanan harga nikel dan pembatasan ekspor dari China. Adapun, TINS disebut menghadapi tantangan struktural yang lebih berat dari sisi permintaan global dan efisiensi biaya.
__________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.