Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia jatuh lebih dari 7% setelah Iran memutuskan tidak mengganggu lalu lintas kapal tanker di Selat Hormuz dan memilih membalas serangan AS dengan menyerang pangkalan militer di Qatar.
Melansir Reuters pada Selasa 924/6/2025), harga minyak jenis Brent melemah US$5,53 atau 7,2% ke level US$71,48 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) turun dengan persentase serupa, atau US$5,53 menjadi US$68,51 per barel.
Penurunan harga Brent ini menjadi yang terbesar sejak Agustus 2022. Rentang pergerakan harga harian Brent juga mencapai US$10 — tertinggi sejak Juli 2022. Dalam perdagangan setelah jam bursa, kedua acuan harga minyak itu sempat turun hampir 9%.
John Kilduff, mitra di Again Capital mengatakan, aliran minyak saat ini bukanlah target utama. Tampaknya Iran akan fokus pada pembalasan militer terhadap pangkalan AS atau target sipil Israel.
Harga minyak sempat melonjak hampir 6% pada sesi perdagangan di Asia karena investor khawatir Iran akan membalas serangan udara AS dengan menutup Selat Hormuz — jalur pelayaran strategis yang dilintasi sekitar 20% pasokan minyak dunia.
Namun, kekhawatiran tersebut mereda setelah Iran memilih menyerang pangkalan militer AS Al Udeid di Qatar — instalasi militer terbesar milik AS di kawasan Timur Tengah. Dua pejabat AS mengatakan tidak ada korban jiwa atau luka dalam serangan tersebut.
Baca Juga
Iran, produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC, menyebut serangan AS terhadap fasilitas nuklirnya telah memperluas cakupan target sah bagi militernya.
Menurut lembaga analis Energy Aspects, serangan langsung ke pangkalan militer yang sudah dipertahankan dengan baik — dan tanpa menimbulkan korban — bisa menjadi sinyal awal untuk meredakan ketegangan.
“Jika tidak ada eskalasi lebih lanjut dari Iran maupun serangan balasan dari Israel dan AS, premi risiko geopolitik dalam harga minyak bisa mereda dalam beberapa hari ke depan,” tulis lembaga tersebut.
Sumber Reuters yang mengetahui langsung kondisi lapangan menyebut tidak ada gangguan terhadap produksi maupun pengiriman dari QatarEnergy. Seorang pejabat militer AS juga menegaskan tidak ada serangan tambahan dari Iran terhadap pangkalan AS lainnya di luar Qatar.
Sebagai salah satu eksportir gas alam cair (LNG) terbesar dunia, seluruh pengiriman Qatar melewati Selat Hormuz — jalur strategis yang menjadi titik krusial dalam peta energi global.
Di Irak, Basra Oil Company mengungkapkan sejumlah staf internasional dari perusahaan besar seperti BP, TotalEnergies, dan Eni telah dievakuasi dari ladang minyak tempat mereka bekerja.
“Dalam satu sisi, kita sudah sering melihat skenario seperti ini. Meski ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus muncul — baik dari Iran, Israel, atau pihak lain — penutupan Selat Hormuz belum pernah terjadi,” kata Andy Lipow, Presiden Lipow Oil Associates.
Data pelacakan kapal menunjukkan setidaknya dua kapal supertanker sempat berbalik arah di dekat Selat Hormuz menyusul serangan militer AS terhadap Iran. Kekerasan yang berlangsung lebih dari seminggu di kawasan itu memicu kapal-kapal mempercepat perjalanan, berhenti, atau mengubah rute mereka.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menyatakan keinginannya agar harga minyak tetap rendah di tengah kekhawatiran bahwa konflik berkepanjangan di Timur Tengah bisa mendorong lonjakan harga.
Lewat platform Truth Social, Trump kembali mendorong Departemen Energi AS untuk meningkatkan produksi domestik.
“Bor, saatnya bor! Saya maksud sekarang juga!” tulisnya.
Para investor kini masih menimbang berapa besar premi risiko geopolitik yang harus disematkan pada harga minyak. HSBC memproyeksikan harga Brent bisa menembus di atas US$80 per barel jika kemungkinan penutupan Selat Hormuz meningkat. Namun, harga juga akan kembali melemah jika gangguan pasokan tidak benar-benar terjadi.