Bisnis.com, JAKARTA - Pasar surat berharga negara (SBN) dan pasar saham terpantau berbeda nasib di sepanjang tahun berjalan. Adapun, investor asing lebih banyak masuk ke pasar obligasi pemerintah dan keluar dari pasar saham.
Berdasarkan data DJPPR per 12 Agustus 2025, tercatat kepemilikan SBN rupiah yang dapat diperdagangkan oleh investor nonresiden bertambah sebesar Rp61,64 triliun year-to-date (ytd).
Kini investor asing menggenggam SBN senilai Rp938,28 triliun dari posisi pada akhir 2024 senilai Rp876,64 triliun.
Kontras, investor asing membukukan jual bersih atau net sell senilai Rp58,80 triliun sejak awal tahun per 12 Agustus 2025. Walaupun pada Selasa (12/8/2025), investor asing mulai mengakumulasi beli di lantai bursa senilai Rp2,2 triliun.
Adapun, aksi beli bersih di pasar SBN turut memompa kinerja yield SBN bertenor 10 tahun hingga 6,5%. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penguatan 2,44% ke level 7.791.
Aset obligasi Indonesia memang diproyeksikan menjadi yang paling diuntungkan di kawasan Asia seiring dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga AS oleh Federal Reserve (The Fed).
Tentunya, pelonggaran moneter di AS akan menguntungkan aset di negara berkembang secara keseluruhan. Namun, surat utang berdenominasi rupiah diprediksi akan mencetak kinerja paling gemilang karena saat ini menawarkan imbal hasil tertinggi di Asia.
Sebagai salah satu bank sentral yang menjadikan stabilitas nilai tukar sebagai mandat utama, Bank Indonesia juga memiliki ruang untuk memanfaatkan pelemahan dolar AS guna melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut tanpa memicu pelemahan nilai tukar.
Manajer Portofolio GAMA Asset Management Rajeev De Mello mengatakan obligasi berdenominasi mata uang lokal di Asia, khususnya Indonesia, berada dalam posisi yang sangat diuntungkan dalam skenario pelemahan dolar.
"Indonesia menjadi alokasi yang signifikan dalam posisi kami di obligasi pasar negara berkembang berdenominasi mata uang lokal," kata De Mello, dikutip Bloomberg.
Adapun, pelemahan greenback akan mendorong penguatan rupiah dan menurunkan imbal hasil obligasi Indonesia lebih jauh. Hal ini terjadi karena pergerakan pasangan dolar AS-rupiah semakin paralel dengan imbal hasil obligasi Indonesia bertenor 10 tahun, dengan korelasi 30 hari antara keduanya saat ini berada pada level tertinggi sejak Juli 2024.
Meskipun ekspektasi atas defisit fiskal yang lebih lebar masih menjadi tekanan bagi obligasi Indonesia, harapan terhadap pemangkasan suku bunga BI dapat membantu meredam sebagian kekhawatiran tersebut.
Penguatan rupiah pada Agustus, setelah mengalami penurunan terbesar sejak Februari pada bulan sebelumnya, juga membuka jalan bagi BI untuk menurunkan suku bunga ke depannya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.