Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat rekor baru dengan ditutup menguat ke 7.931,25, Kamis (14/8/2025). Penguatan ini didorong oleh lonjakan saham DCII, DSSA, UNVR dan TLKM.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG menguat sebesar 0,49% atau 38,34 poin menuju posisi 7.931,25. Sepanjang hari ini, indeks komposit bergerak pada level 7.905,54 dan sempat menyentuh level tertinggi di 7.973,98.
Dengan demikian, capaian tersebut melewati level resistance tertinggi sepanjang masa IHSG yang mencapai 7.910 pada 19 September 2024.
Tercatat, 345 saham meningkat, 282 saham turun, dan 171 saham stagnan. Sementara itu, kapitalisasi pasar alias market cap mencapai Rp14.345 triliun.
Saham dengan kapitalisasi jumbo yang menguat dipimpin PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) dengan kenaikan 9,99% ke Rp336.650 dan saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) meningkat 3,95% menuju Rp92.000 per saham.
Selanjutnya, ada saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) yang mencatatkan penguatan sebesar 2,52% menuju posisi Rp1.830 per saham, sementara saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) naik 1,79% ke Rp3.420.
Baca Juga
Adapun, saham market cap besar yang turun di antaranya PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dengan pelemahan 1,68% ke level Rp8.775 dan saham PT Astra International Tbk. (ASII) turun 1,45% ke Rp5.100 per saham.
Sementara itu, saham top gainers hari ini dihuni oleh saham PT Sumber Sinergi Makmur Tbk. (IOTF) yang melompat 34,94% ke Rp112, disusul saham PT Topindo Solusi Komunika Tbk. (TOSK) dengan pertumbuhan 28% ke Rp64.
Di sisi lain, saham paling boncos atau top losers ditempati oleh PT Nusatama Berkah Tbk. (NTBK) yang terkoreksi 14,93% menjadi Rp57, sedangkan saham PT Griptha Putra Persada Tbk. (GRPH) merosot sebesar 14,44%.
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, mengatakan bahwa laju IHSG ke level psikologis 8.000 relatif didorong oleh saham-saham liquidity driven ketimbang fundamental.
Saham liquidity driven merupakan saham yang pergerakannya lebih dipengaruhi oleh arus dana daripada kinerja laba atau prospek bisnis emiten.
Pasalnya, meski IHSG naik 8% secara bulanan (Month on Month/MoM), laporan keuangan emiten pada kuartal II/2025 justru melemah dengan 40% saham meleset dari ekspektasi dan laba bersih agregat turun 5,9% secara tahunan.
“Kami melihat ada risiko koreksi dan aksi ambil untung dalam waktu dekat yang cukup tinggi, karena kenaikan tidak diikuti oleh perbaikan fundamental,” ujar Harry saat dihubungi Bisnis, Kamis (14/8/2025).
______________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.