Bisnis.com, JAKARTA — Dana asing keluar lagi dari pasar saham Indonesia dalam sepekan perdagangan terakhir. Saham-saham seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) hingga PT Astra International Tbk. (ASII) banyak dijual asing.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham Indonesia mencatatkan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp4,7 triliun dalam sepekan perdagangan terakhir atau dari 2 Juni 2025 hingga 5 Juni 2025.
Pada pekan sebelumnya atau pada 26 Mei 2025 sampai 28 Mei 2025, pasar saham Indonesia mencatatkan nilai beli bersih atau net buy asing sebesar Rp1,47 triliun.
Adapun, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025, pasar saham Indonesia mencatatkan net sell asing sebesar Rp49,88 triliun.
Sejumlah saham, terutama bank jumbo banyak dijual asing pada perdagangan pekan ini. Saham BBCA misalnya mencatatkan net sell asing sebesar Rp1,85 triliun dalam sepekan.
Kemudian, saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp719 miliar dalam sepekan. Lalu, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) banyak dijual asing dengan catatan net sell asing sebesar Rp682 miliar.
Baca Juga
Selain bank jumbo, saham ASII banyak dijual asing dengan catatan net sell sebesar Rp356 miliar. Saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) mencatatkan net sell asing sebesar Rp203 miliar.
Seiring dengan larinya dana asing, indeks harga saham gabungan (IHSG) pun melemah 0,87% dalam sepekan ditutup di level 7.113,42 pada perdagangan Kamis (5/5/2025).
Adapun, kapitalisasi pasar Bursa juga tercatat mengalami penurunan sebesar 0,32% menjadi Rp12.381 triliun dari Rp12.420 triliun pada pekan sebelumnya.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai pergerakan pasar saham Indonesia pada awal Juni 2025 diwarnai oleh sejumlah faktor. Salah satu faktor adalah aksi profit taking.
"Investor memanfaatkan momentum untuk merealisasikan keuntungan," kata Felix pada beberapa waktu lalu.
Kemudian, masih terdapat ketidakpastian kebijakan tarif AS. Menurutnya, putusan Pengadilan Perdagangan AS yang membatalkan sebagian besar tarif era Presiden Donald Trump sempat disambut positif. Namun, pengadilan banding membatalkan keputusan tersebut, memunculkan ketidakpastian baru.
Terdapat pula sentimen eskalasi geopolitik di mana ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali memanas dan meningkatkan kekhawatiran investor terhadap stabilitas global.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata juga mengatakan terdapat dorongan sentimen eksternal terhadap gerak pasar saham, terutama adanya ketegangan Rusia dan Ukraina. Kondisi tersebut membuat investor panik dan pindah ke aset aman seperti emas dan obligasi AS.
Selain itu rilis data indeks PMI per Mei ada di bawah ekspektasi. Begitu juga trade balance yang jauh di bawah ekspektasi meskipun mengalami kenaikan.
Selanjutnya, dari inflasi per Mei yang mengalami penurunan, bahkan di bawah ekspektasi yang bisa mengindikasikan sinyal tingkat konsumsi sedang mengalami kelesuan.
"Namun, Juni 2025 membawa momentum positif yang cukup kuat untuk pasar saham Indonesia, dari sisi stimulus fiskal, stabilitas moneter, hingga penguatan rupiah," kata Liza.
Apabila ditambah sentimen sikap dovish dari The Fed, peluang IHSG menembus 7.300 cukup terbuka dengan arus dana asing yang bisa kembali deras.
"Namun, kehati-hatian tetap diperlukan terhadap potensi gejolak global dan siklus ketidakpastian suku bunga eksternal. Rotasi sektor akan mengarah pada konsumsi, keuangan, dan sektor-sektor berbasis mobilitas masyarakat," ujar Liza.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.