Bisnis.com, JAKARTA — PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) menandatangani nota kesepahaman dengan Vietnam Steel Corporation untuk memasok baja hot rolled coil (HRC) sebanyak 120.000 ton selama satu tahun ke depan.
Kerja sama tersebut diumumkan dalam gelaran Iron Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025 yang telah berlangsung selama pekan lalu.
Direktur Utama Krakatau Steel Muhamad Akbar Djohan menyatakan bahwa kerja sama dengan Vietnam merupakan bagian dari strategi pemulihan operasional usai optimalisasi kembali Pabrik Hot Strip Mill 1 milik perseroan.
“Krakatau Steel suplai baja hingga 120.000 ton kepada Vietnam Steel Corporation dan ini menandakan bahwa kami mulai mengoptimalkan produksi Pabrik Hot Strip Mill 1 setelah recovery,” ujarnya dalam siaran pers dikutip Senin (26/5/2025).
Akbar menambahkan bahwa langkah ekspansi memperlihatkan kesiapan KRAS dalam memanfaatkan peluang pasar di tengah tekanan yang dihadapi industri baja Vietnam.
Musababnya, menurut laporan Reuters, Vietnam dikabarkan mempertimbangkan penerapan tarif pada baja galvanis impor dari China dan Korea Selatan sebagai respons atas membanjirnya produk-produk tersebut ke pasar domestik.
Di sisi lain, penandatanganan tersebut sejalan dengan dorongan pemerintah Indonesia untuk memperkuat kerja sama regional di tengah tekanan global.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya mendorong Krakatau Steel untuk meningkatkan peran dalam penguatan industri baja Asean sekaligus memperluas kerja sama ke tingkat regional.
Upaya itu dilakukan seiring ditandatanganinya nota kesepahaman ASEAN Iron & Steel Council oleh board of directors dari enam negara yang hadir, yaitu Malaysia, Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Airlangga juga menuturkan bahwa sektor industri pengolahan masih menjadi penyumbang utama Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi lapangan usaha. Hingga kuartal I/2025, kontribusi sektor ini mencapai 19,25% dengan pertumbuhan 4,55%.
“Konsumsi baja nasional juga terus tumbuh dengan konsumsi di 2024 mencapai 18,3 juta ton dan diperkirakan terus meningkat menjadi 47 juta ton pada tahun 2035,” tuturnya.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.