Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

2 Perusahaan Mercusuar Bakal IPO Tahun Ini, Siapa Susul RATU & CBDK?

Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan dua tambahan perusahaan mercusuar atau lighthouse yang akan menggelar IPO pada tahun ini.
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (8/4/2025)./JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan saham PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (8/4/2025)./JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan dua tambahan perusahaan mercusuar atau lighthouse yang mencatatkan penawaran saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) pada tahun ini. Seiring dengan target BEI itu, sejumlah rumor IPO perusahaan skala besar pun telah menyeruak. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan sampai dengan 16 Mei 2025 telah tercatat 14 perusahaan yang melantai di Bursa dengan dana dihimpun Rp7,01 triliun.

Dari 14 perusahaan yang IPO tahun ini, terdapat tiga perusahaan lighthouse yakni PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK), dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk. (YUPI).

BEI menargetkan tahun ini terdapat lima perusahaan lighthouse yang IPO. Perusahaan lighthouse yang IPO adalah perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15%.

“Kami menetapkan target pada tahun 2025 sebanyak 5 IPO lighthouse dan saat ini sudah ada tiga yang tercatat, yakni RATU, CBDK, dan YUPI,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Jumat (16/5/2025).

Alhasil, target BEI, ada dua tambahan perusahaan lighthouse yang IPO pada tahun ini. Sementara, BEI mencatat hingga saat ini, terdapat 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.

Sebelumnya, Nyoman mengatakan terdapat dua perusahaan lighthouse yang telah ancang-ancang IPO tahun ini. Kedua perusahaan berasal dari sektor energi dan konsumer.

Nyoman menjelaskan bahwa kehadiran perusahaan lighthouse atau emiten besar diharapkan dapat memperkuat struktur dan likuiditas pasar, sekaligus menarik lebih banyak minat investor. 

"BEI terus mendorong perusahaan dengan skala dan potensi pertumbuhan yang tinggi untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan jangka panjang," kata Nyoman.

Seiring dengan target tambahan perusahaan mercusuar yang IPO tahun ini dari BEI, terdapat rumor sejumlah perusahaan yang menjajal IPO. 

Emiten Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) misalnya tengah menjajal rencana membawa anak usahanya yakni PT Chandra Daya Investasi (CDI) melantai di Bursa.

TPIA memang telah membuka kemungkinan untuk membawa anak usahanya CDI melantai di pasar modal selepas konsen perusahaan untuk mendiversifikasi lini bisnis.  

Arah diversifikasi bisnis Chandra Asri Group saat ini memang tertuju pada sektor infrastruktur yang digarap oleh CDI. Manajemen TPIA pun menilai bahwa CDI mempunyai prospek pasar yang cerah.

Kabar terbaru, berdasarkan prospektus yang diperoleh Bisnis.com, CDI tengah ancang-ancang untuk IPO sebanyak 12,48 miliar lembar saham dengan dengan dana yang diincar mencapai Rp2,37 triliun.

Namun, sejauh ini belum ada informasi lebih lanjut perihal IPO CDI. Laman resmi e-IPO pun belum merilis prospektus IPO CDI.

Bisnis.com telah meminta konfirmasi kepada Manajemen TPIA perihal informasi yang beredar. Akan tetapi, Manajemen TPIA belum bisa memberikan informasi apapun perihal IPO anak usahanya itu. 

Entitas Usaha Konglomerat hingga Bank Digital

Sebelumnya, lewat keterbukaan informasi, emiten terafiliasi Prajogo Pangestu itu juga menegaskan belum bisa memastikan waktu eksekusi dalam memboyong CDI menjajal IPO.

Emiten milik Prajogo Pangestu lainnya PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) pun dikabarkan membawa IPO anak usahanya di bidang properti PT Griya Idola.

Namun, lewat keterbukaan informasi BEI, Manajemen BRPT menjelaskan bahwa PT Griya Idola belum memiliki rencana untuk melakukan IPO. Selain itu, sampai saat ini, tidak ada informasi atau kejadian penting lainnya yang material dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup BRPT serta dapat mempengaruhi harga saham perseroan.

Kemudian, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) pun dikabarkan akan membawa anak usahanya PT Medco Power Indonesia untuk melantai di Bursa. 

Langkah IPO dirancang Medco Power seiring dengan adanya upaya perusahaan mengerek target penjualan listrik mencapai 4.500 gigawatt per hour (GWh) pada tahun ini, lebih tinggi 9,75% dari torehan sepanjang 2024. 

Anak usaha PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) yakni PT Summarecon Investment Property (SMIP) juga dikabarkan akan IPO. Kabar ini sudah cukup lama berhembus tetapi manajemen SMRA tampak masih menimbang-nimbang aksi korporasi itu lantaran kondisi pasar. 

SMRA pada September 2024 lalu telah menyetor modal dalam bentuk nontunai (inbreng) ke SMIP senilai Rp8 triliun. 

Rumor IPO lainnya yang juga kencang berembus ialah IPO Superbank, bank digital hasil kerja sama antara Grab dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK). Kabar IPO Superbank ini berembus pada Januari 2025 lalu. 

Dilansir dari Bloomberg, sumber yang mengetahu rencana tersebut mengatakan Superbank sedang mempertimbangkan IPO di BEI dan mengincar dana penjualan saham potensial senilai US$200 juta hingga US$300 juta.

Selain itu, Superbank dikabarkan mengincar valuasi senilai US$1,5 miliar hingga US$2 miliar dalam pencatatan saham perdananya nanti. Adapun, saat ini, rencana IPO Superbank dikabarkan masih dalam tahap awal dan belum menghasilkan keputusan.

Terdapat pula rencana IPO dari bank pembangunan daerah (BPD), yakni Bank DKI. Langkah masuk bursa itu didorong oleh Gubernur DKI Pramono Anung untuk meningkatkan kualitas layanan Bank DKI. 

2 Perusahaan Mercusuar Bakal IPO Tahun Ini, Siapa Susul RATU & CBDK?

Terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan hingga saat ini belum terdapat pengajuan IPO dari Bank DKI. Namun, OJK senantiasa mendorong bank untuk terus memberikan nilai tambah strategis bagi seluruh stakeholders dan mendukung pendalaman pasar keuangan.

"Salah satunya dengan melakukan penawaran umum perdana saham guna memperkuat permodalan dalam rangka pertumbuhan bisnis, meningkatkan transparansi dan tata kelola dengan status perusahaan terbuka," kata Dian dalam jawaban tertulis pada beberapa waktu lalu.

Selain itu, Dian menyebut OJK mendorong semua BPD untuk bisa IPO ataupun menerbitkan obligasi. Namun, Dian mengingatkan agar seluruh BPD memenuhi syarat dasar sebelum lakukan aksi korporasi. 

Beberapa hal mendasar itu ialah disiplin fiskal pemerintah daerah, profesionalisme, tata kelola, rentabilitas dari bank, dan rating yang baik dari lembaga pemeringkat yang kredibel. 

Menimbang Momentum IPO

Sebelumnya, Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan pada tahun ini aksi IPO menghadapi tantangan, salah satunya pasar saham yang sedang lesu. Alhasil, menurutnya jumlah perusahaan yang akan IPO pun bisa menyusut.

"Bicara IPO bukan hanya bicara fundamental. Akan tetapi bicara juga momentum," katanya kepada Bisnis pada Selasa (4/3/2025).

Menurutnya, minat investor untuk perusahaan IPO masih tinggi. Akan tetapi, menurutnya, investor mempertimbangkan kualitas IPO. 

"Investor tentunya berharap perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa itu bisa dikatakan melantai dengan market share yang besar," tutur Nicodemus.

Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengatakan mestinya aksi IPO tahun ini bisa lebih ramai dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sebab, tahun politik telah usai dan ada dorongan ekspansi pasar.

Pada tahun ini, Ike menilai minat investor terhadap perusahaan IPO pun masih tinggi. Investor saham akan siap menyambut perusahaan-perusahaan yang melantai di Bursa. Saat ini, menurutnya pasar IPO tidak hanya diminati oleh investor institusional, tapi kian semarak oleh kehadiran investor ritel.

Ike mengatakan investor sudah mulai melek terhadap prospek saham IPO. Meskipun, saham emiten IPO volatile, namun tetap menarik bagi pasar. 

"Memang menarik, akan tetapi high-risk, high-return. Kalau kita lihat, walaupun memang setelah 8 bulan IPO, itu biasanya harga saham yang baru banget, biasanya turun. Namun, pada saat mereka masuk di harga penawaran pertama kali, kemudian listing dan ada kenaikan per 3 hari itu sudah lumayan. Hal inilah yang menjadi euforia di pelaku pasar," ujar Ike.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper