Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) berikan tanggapan terkait Amerika Serikat (AS) yang secara resmi akan mengklasifikasikan emas sebagai aset likuid berkualitas tinggi tingkat pertama atau high quality liquid assets (HQLA) pada 1 Juli 2025 mengacu pada Basel III.
Basel III merupakan sebuah serangkaian reformasi perbankan internasional yang dikembangkan oleh Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan atau Basel Committee on Banking Supervision untuk memperkuat regulasi perbankan, khususnya terkait modal, likuiditas, dan risiko. Tujuannya yakni meningkatkan ketahanan sistem perbankan global terhadap krisis keuangan dan memastikan stabilitas keuangan.
Executive Vice President BCA Hera F. Haryn mengatakan BCA senantiasa mencermati dinamika makroekonomi domestik maupun global, termasuk perkembangan regulasi terkait Basel III. Perseroan meyakini pemerintah dan otoritas memiliki langkah strategis untuk hal tersebut.
"BCA tentunya akan mematuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan [OJK] terkait hal tersebut. Secara bersamaan, BCA berfokus pada fundamental bisnis Perseroan, serta tetap mengambil langkah prudent dalam menghadapi dinamika makroekonomi kini," katanya kepada Bisnis.com, Sabtu (17/5/2025).
Secara keseluruhan, lanjut Hera, BCA mendukung langkah-langkah penguatan regulasi yang sejalan dengan upaya menjaga stabilitas dan keberlanjutan sistem keuangan nasional.
Sebelumnya, OJK memberi penjelasan soal posisi Indonesia terkait AS yang secara resmi akan mengklasifikasikan emas sebagai aset likuid berkualitas tinggi tingkat pertama pada 1 Juli 2025 mengacu pada Basel III.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan Basel III mempersyaratkan perbankan memiliki sejumlah aset dengan kualitas tinggi yang bertujuan untuk dapat mencegah krisis likuiditas dan mengurangi praktik-praktik pemberian kredit/pinjaman pada debitur dengan risiko tinggi.
Selain itu juga turut memastikan bahwa perbankan lebih siap dan kuat dalam menghadapi guncangan yang terjadi di pasar keuangan (financial shocks).
"Penggolongan emas sebagai aset tier 1 pada Basel III tersebut menjadikan emas lebih menarik sebagai instrumen investasi/likuiditas bagi perbankan secara global," katanya kepada Bisnis.com, Rabu (14/5/2025).
Adapun sebelumnya pada Basel I dan Basel II, emas digolongkan sebagai aset tier tiga. Dian kembali menjelaskan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara early adopter atau pelopor yang telah mengadopsi sepenuhnya pendekatan standar aset tertimbang menurut risiko atau ATMR risiko kredit berdasarkan Basel III pada Januari 2023.
"Berbeda dengan AS yang belum sepenuhnya menerapkan Basel III untuk perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko [ATMR] risiko kredit," tuturnya.
Hal ini, kata Dian tercermin dari ketentuan OJK terkait hal tersebut telah tertuang dalam SEOJK No. 24 /SEOJK.03/2021 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar Bagi Bank Umum.
"Dalam SEOJK tersebut, emas telah diklasifikasi sebagai aset lainnya setara kas yang dikenakan bobot risiko sebesar 0%," sebutnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Dian memandang tidak terdapat perubahan signifikan terhadap perbankan domestik mengingat ketentuan tersebut sudah diimplementasikan sebelumnya di Indonesia dan sudah tecermin dalam laporan keuangan maupun permodalan bank.
"Namun demikian, dengan emas kini menjadi salah satu instrumen investasi maupun likuiditas bagi perbankan global, maka dapat dipastikan ke depan permintaan emas akan meningkat yang tentu saja akan diikuti kenaikan harga emas," katanya.