Bisnis.com, JAKARTA – Morgan Stanley Capital International (MSCI) baru-baru ini mengumumkan saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) akan resmi masuk perhitungan MSCI Global Small Cap Indexes mulai 30 Mei 2025.
Pengumuman MSCI pada Selasa (13/4) itu berdampak pada kenaikan harga saham Mitratel atau MTEL. Pada penutupan pasar Jumat (16/5), saham MTEL ditutup pada harga Rp680 per lembar, naik 2,26% atau 12,40% pada 5 hari terakhir.
Sebagai informasi, MSCI merupakan perusahaan penyedia indeks saham dan obligasi yang sudah terkenal di seluruh dunia. Secara tidak langsung, MSCI berguna untuk mengukur kinerja pasar di sebuah wilayah yang sudah ditetapkan sesuai dengan standar perhitungan MSCI.
Secara teoritis, ketika suatu saham masuk indeks MSCI, hal ini seringkali menandakan peningkatan likuiditas dan perubahan persepsi pasar terhadap saham tersebut.
Inklusi dalam indeks global seperti MSCI memberi sinyal positif kepada investor internasional dan domestik, menunjukkan bahwa saham tersebut telah memenuhi standar tertentu dalam hal kinerja dan stabilitas.
Sehari setelah MSCI dirilis, saham MTEL diburu investor asing dengan raihan pembelian bersih (net buy) oleh investor asing senilai Rp12,73 miliar.
Baca Juga
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus sebelumnya mengatakan bahwa saham emiten yang masuk MSCI indeks akan menjadi salah satu acuan pelaku pasar dalam pengelolaan portofolio investasi.
Indeks MSCI selalu menjadi acuan bagi para investor untuk mencari saham, karena saham-saham yang masuk konstituen dinilai sudah terseleksi dengan baik. Hal ini bisa meningkatkan likuiditas perdagangan saham tersebut hingga terbuka peluang kenaikan harga.
Meski saham MTEL menguat, lanjutnya, potensi penguatan harga emiten infrastruktur telekomunikasi ini masih terbuka. BRI Danareksa Sekuritas dalam riset terakhirnya mempertahankan rekomendasi beli saham MTEL dengan target harga Rp800.
Mitratel (MTEL) merupakan perusahaan infrastruktur telekomunikasi dengan penyumbang terbesar pendapatan berasal dari penyewaan menara telekomunikasi. MTEL muga menjadi emiten menara telekomunikasi terbesar di Indonesia dan Asean.
Pada sisi kinerja, MTEL membukukan laba menjadi Rp 526,31 miliar pada kuartal I/2025, naik dari Rp520,98 miliar pada kuartal I/2024. Kenaikan tersebut menjadikan laba per saham bertahan pada level Rp6.
Pertumbuhan laba MTEL itu lantaran peningkatan pendapatan menjadi Rp2,26 triliun dari posisi Rp2,23 triliun, sementara beban terjaga pada Rp1,24 triliun. MTEL lantas mencetak laba operasi sebesar Rp1,01 triliun turun tipis dari Rp1,02 triliun pada kuartal I/2024.
Mengutip presentasi perusahaan, MTEL menargetkan pertumbuhan pendapatan dan Ebitda 2025 sejalan dengan proyeksi industri menara yang diperkirakan pada tumbuh 1,8%.
Anak usaha TLKM ini mengalokasikan belanja modal atau capital expendicture (capex) senilai Rp5,3 triliun termasuk untuk pertumbuhan anorganik. MTEL juga mengincar penambahan 2.500 tenant dan 10.000 km fiber optik.
---------------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.