Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Bisa Menguat ke 7.000, Waspada Euforia Sesaat Perang Dagang

IHSG berpotensi menguat ke 7.000 usai libur panjang seiring meredanya tensi perang dagang. Namun, euforia itu diperkirakan hanya berlangsung sementara.
Papan layar memperlihatkan angka IHSG di Main Hall PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (22/1/2025)./JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P
Papan layar memperlihatkan angka IHSG di Main Hall PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (22/1/2025)./JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang menguat ke level 7.000 usai libur panjang seiring dengan meredanya perang dagang. Namun, penguatan itu diperkirakan hanya berlangsung sementara. 

Amerika Serikat (AS) diketahui telah memangkas tarif impor terhadap produk asal China menjadi 30% dari sebelumnya 145%. Sebagai timbal balik, China juga menurunkan tarif terhadap barang-barang asal AS menjadi rata-rata 10%.

Head of Research dari NH Korindo Sekuritas Indonesia Ezaridho Ibnutama memandang bahwa keputusan itu membuka ruang pemulihan sementara bagi IHSG.

Indeks komposit diproyeksikan menguat saat pembukaan perdagangan usai libur panjang, bahkan berpotensi menembus level 7.000. Meski demikian, dia mengingatkan bahwa euforia tersebut tidak akan bertahan lama. 

“Kami memperkirakan penguatan IHSG saat pembukaan pasar pada Rabu, 14 Mei 2024, bisa menembus resistance psikologis 7.000, tetapi area tersebut tidak akan mampu dipertahankan lama,” tutur Ezaridho dalam laporannya, Selasa (13/5/2025). 

Hal tersebut dikarenakan kondisi saat ini hanya mencerminkan rebound teknikal jangka pendek alias dead cat bounce. Menurutnya, IHSG masih menghadapi tekanan likuiditas dengan posisi net foreign sell masih cukup dominan. 

Berdasarkan data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing mencatatkan jual bersih atau net sell di seluruh pasar sebesar Rp3,26 triliun pada 5-9 Mei 2025.  

Selain itu, Ezaridho menuturkan gelembung investasi yang sebelumnya didorong pemerintah melalui hilirisasi nikel dan digitalisasi mulai kehilangan daya tarik dengan catatan return on investment (ROI) yang kurang memuaskan bagi investor. 

Angka pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang lemah, disinflasi, serta penyusutan kelas menengah juga menjadi batas atas terhadap euforia perubahan kondisi makro global, sehingga IHSG diperkirakan sulit bertahan di level 7.000.

Sebagaimana diketahui, pertumbuhan PDB pada kuartal I/2025 hanya mencapai 4,87% secara tahunan (year on year/YoY). Perlambatan ini diperkirakan berlanjut dengan kisaran angka 4,68%-4,83% pada kuartal II/2025.  

“Dengan demikian, IHSG kemungkinan tidak mampu bertahan di atas level 7.000, meskipun berhasil menembusnya dalam jangka pendek,” ucap Ezaridho.  

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper