Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini mulai memasuki bulan Mei yang memiliki probabilitas historis kurang menggembirakan setelah mencetak reli sebesar 9,3% sepanjang April 2025.
Berdasarkan data lima tahun terakhir, bulan Mei tercatat hanya memberikan winning rate sebesar 20% atau terendah dibandingkan dengan bulan lainnya. Tak heran, sentimen musiman yakni Sell in May and Go Away kembali mencuat.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan bahwa berbagai indikator utama dari negara-negara besar akan dirilis bulan ini. Untuk itu, investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang ada.
Dari sisi eksternal, Liza menuturkan pasar akan mencermati keputusan suku bunga dari pertemuan The Fed dan Bank of England, serta sederet data makro dari Amerika Serikat (AS), China, Jepang, Jerman, Inggris, dan kawasan Eropa lainnya. Mulai dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, hingga angka penjualan ritel dan pinjaman.
Adapun dari dalam negeri, pelaku pasar juga akan memantau rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025, serta Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 21 Mei yang akan menentukan arah suku bunga acuan alias BI Rate.
“Wajar hal-hal penting ini berpotensi mengguncang equity market global, belum lagi ada sejumlah perkembangan terkait tarif Trump yang dieksekusi bulan ini,” ujar Liza dalam laporan yang dipublikasi pada Senin (5/5/2025).
Sebagaimana diketahui, pemerintahan Presiden AS Donald Trump resmi mengeksekusi sejumlah tarif impor baru yang diyakini akan membawa dampak signifikan terhadap inflasi, daya beli konsumen, hingga rantai pasok global.
Tarif pertama berlaku untuk barang-barang impor kecil dari China dan Hong Kong, dengan penghapusan skema “de minimis” yang selama ini memungkinkan barang senilai di bawah US$800 masuk ke AS tanpa bea masuk.
Mulai 1 Juni, setiap barang akan dikenai tarif US$200, naik dari US$100 sebelumnya. Kebijakan tersebut memukul langsung perusahaan e-commerce seperti Shein dan Temu yang selama ini mengandalkan model pengiriman langsung ke konsumen.
“Walau kebijakan ini dipercaya sebagai bentuk proteksi terhadap ritel domestik AS dan manufaktur pakaian lokal, tetapi potensi inflasi barang konsumen murah seperti pakaian dan aksesoris diperkirakan turut mengintai,” ucap Liza.
Pada 3 Mei 2025, Trump kembali mengumumkan tarif impor mobil lengkap (CBU) sebesar 25%, termasuk terhadap mitra dagang utama seperti Kanada dan Meksiko, kecuali komponen yang memenuhi aturan asal-usul sesuai perjanjian USMCA.
Produsen besar seperti GM dan Ford sudah mulai menyesuaikan produksi dan PHK sementara di beberapa fasilitas, terutama di wilayah industri otomotif seperti Michigan. Harga mobil baru dan bekas diprediksi naik pada kuartal II dan III/2025.
Selain itu, terdapat tarif 100% untuk film produksi luar negeri yang akan diterapkan pada kuartal III/2025. Alhasil, Disney dan Netflix menyatakan film yang sedang diproduksi di luar negeri akan ditunda atau dipindahkan ke AS.
“Kebijakan tarif Trump di Mei 2025 menunjukkan kembali agresivitas agenda proteksionis America First ala periode pertama pemerintahannya. Namun, kali ini dengan cakupan yang lebih luas dan konsekuensi yang lebih sistemik,” kata Liza.