Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia mencatatkan foreign capital outflow atau larinya dana asing dengan deras di sepanjang kuartal I/2025. Bagaimana kemudian prospek aliran dana asing ke depan?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), tercatat nilai beli bersih atau net buy asing di pasar saham Indonesia sebesar Rp623,65 miliar pada perdagangan hari ini, Kamis (27/3/2025). Meskipun, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) atau sejak perdagangan perdana 2025, dana asing keluar deras dari pasar saham Indonesia dengan catatan nilai jual bersih atau net sell asing sebesar Rp29,92 triliun.
Terdapat sejumlah saham yang banyak dilego oleh asing, terutama bank jumbo atau kelompok bank dengan modal inti (KBMI) IV. Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya mencatatkan net sell asing sebesar Rp10,4 triliun sejak perdagangan perdana 2025 hingga 26 Maret 2025.
Kemudian, saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp6,19 triliun sejak perdagangan perdana 2025 hingga 26 Maret 2025.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp3,1 triliun dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp2,35 triliun sejak perdagangan perdana 2025 hingga 26 Maret 2025.
Selain bank jumbo, saham lainnya yang banyak dijual asing pada kuartal I/2025 adalah PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) dengan catatan net sell asing sebesar Rp1,37 triliun.
Seiring dengan aliran dana asing, kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) pun jeblok pada awal 2025. IHSG melemah 8,04% ytd ke level 6.510,62 pada perdagangan Kamis (27/3/2025).
Baca Juga : Daya IHSG & Fokus Pasar Jelang Lebaran |
---|
Community & Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas, Angga Septianus menilai terdapat sejumlah faktor yang memicu derasnya dana asing lari dari pasar saham Indonesia pada kuartal I/2025.
"Faktornya adalah kebijakan pemerintah dalam negeri dalam rangka perombakan anggaran untuk membiayai program-program yang dijalankan, gejolak perang dagang dari AS, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang melambat secara global," katanya kepada Bisnis pada Kamis (27/3/2025).
Indonesia juga mengalami pelemahan daya beli dengan terjadinya deflasi pada Februari 2025. Selain itu penurunan suku bunga dalam negeri untuk menopang ekonomi domestik membuat return di pasar saham AS dan negara seperti China menjadi lebih menarik.
"Sehingga pasar saham negara berkembang seperti Indonesia menjadi kurang menarik, dan nilai tukar kembali melemah juga menjadi faktor," ujar Angga.