Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia naik tipis pada perdagangan Kamis (21/11/2024) seiring dengan kekhawatiran gangguan pasokan yang dipicu oleh eskalasi ketegangan geopolitik di tengah perang Rusia-Ukraina.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah jenis Brent untuk bulan Januari naik 0,48% atau 28 sen menjadi US$73,09 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS untuk bulan Januari juga menguat 0,44% atau 32 sen menjadi US$69,03 per barel.
Perang Rusia-Ukraina semakin memanas setelah Ukraina menembakkan rudal jelajah Storm Shadow Inggris ke Rusia pada Rabu (20/11/2024) waktu setempat. Rudal jelajah tersebut merupakan senjata terbaru dari Barat yang diizinkan untuk digunakan terhadap Rusia sehari setelah negara tersebut menembakkan rudal ATACMS AS.
Moskow mengatakan penggunaan senjata Barat untuk menyerang wilayah Rusia yang jauh dari perbatasan akan meningkatkan eskalasi konflik. Kyiv mengatakan mereka memerlukan kemampuan untuk mempertahankan diri dengan menyerang pangkalan belakang Rusia yang digunakan untuk mendukung invasi Moskow, yang memasuki hari ke-1.000 pada minggu ini.
Sementara itu, Badan Informasi Energi (EIA) emenyebut, stok minyak mentah AS naik 545.000 barel menjadi 430,3 juta barel pada pekan yang berakhir 15 November, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan kenaikan 138.000 barel.
Persediaan bensin minggu lalu naik lebih dari perkiraan, sementara stok sulingan membukukan penurunan lebih besar dari perkiraan.
Baca Juga
Menambah sentimen dari sisi pasokan, Equinor Norwegia mengatakan pihaknya telah memulihkan kapasitas produksi penuh di ladang minyak Johan Sverdrup di Laut Utara setelah pemadaman listrik.
Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, mungkin akan menunda peningkatan produksi lagi ketika bertemu pada 1 Desember karena lemahnya permintaan minyak global, menurut tiga sumber OPEC+ yang mengetahui hal tersebut.
OPEC+, yang memproduksi sekitar setengah produksi minyak dunia, pada awalnya berencana untuk secara bertahap membalikkan pengurangan produksi dengan sedikit peningkatan selama beberapa bulan pada tahun 2024 dan 2025.
Namun, perlambatan permintaan China dan global, ditambah dengan peningkatan output di luar grup, berpotensi menggagalkan rencana ini.