Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah tercatat pagi ini (25/7) menguat tipis setelah beredar kabar pemerintahan Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan untuk mengizinkan Chevron melanjutkan operasi di Venezuela.
Melansir Reuters pada Jumat (25/7/2025), harga minyak jenis Brent naik 26 sen atau 0,38% menjadi US$68,77 per barel pada pukul 13.14 waktu setempat (CDT) atau 18.14 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 44 sen atau 0,67% menjadi US$65,69 per barel.
Sementara itu pada perdagangan pagi ini pada perdagangan berjangka Singapura pukul 06.33 WIB, harga minyak WTI berada pada level US$66,18 atau menguat 0,23%. Sedangkan Brent menguat 0,98% menjadi US$69,18 per barel.
“Kabar bahwa Chevron bisa kembali beroperasi di Venezuela dan mengaktifkan kembali produksi minyak benar-benar memukul pasar,” ujar John Kilduff, mitra di Again Capital LLC.
Namun demikian, Kilduff menilai langkah ini tidak akan dibuka luas bagi perusahaan minyak AS lainnya.
“Ini adalah pengecualian yang sifatnya satu kali,” ujarnya.
Baca Juga
Sebelum laporan tersebut mencuat, harga minyak sempat menguat terdorong kabar bahwa Rusia berencana memangkas ekspor bensin ke luar negeri, kecuali untuk beberapa negara sekutu dan Mongolia yang memiliki kesepakatan pasokan dengan Moskow.
Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group menuturkan, rencana Rusia untuk menghentikan ekspor bensin menjadi katalis positif bagi pasar. Menurutnya,pPasar memang sedang mencari alasan untuk naik
Di awal sesi, harga minyak menguat didorong laporan penurunan stok minyak mentah AS dan ekspektasi tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa yang akan menurunkan tarif impor.
“Penurunan stok minyak mentah AS dan upaya negosiasi dagang memberi dukungan tambahan bagi harga,” ujar Janiv Shah, analis dari Rystad Energy
Sehari sebelumnya, dua diplomat Eropa menyatakan bahwa AS dan UE tengah bergerak menuju kesepakatan dagang yang mencakup tarif dasar 15% atas impor dari UE, dengan kemungkinan pengecualian tertentu. Hal ini berpotensi membuka jalan bagi perjanjian dagang besar lainnya, menyusul kesepakatan AS-Jepang.
Pada Rabu, data Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan stok minyak mentah turun 3,2 juta barel menjadi 419 juta barel pada pekan lalu, jauh melampaui ekspektasi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan penurunan sebesar 1,6 juta barel.
Harga minyak juga ditopang oleh penangguhan ekspor minyak Azeri dari pelabuhan Ceyhan, Turki, serta penghentian sementara proses pemuatan di pelabuhan utama Rusia di Laut Hitam yang kini telah kembali normal.
BP melaporkan bahwa kandungan klorida organik terdeteksi di sejumlah tangki minyak di terminal Ceyhan. Namun, proses pemuatan dari tangki yang kandungan kloridanya dinilai masih dalam batas aman tetap berjalan, begitu pula ekspor melalui jalur pipa BTC.
Pelaku pasar kini akan mencermati perkembangan lebih lanjut terkait proses pemuatan dari pelabuhan Ceyhan dan Novorossiysk, yang menurut perhitungan Reuters berdasarkan data pemuatan dari wilayah tersebut, menyumbang sekitar 2,5% pasokan minyak global atau 2,5 juta barel per hari
Sementara itu, Rusia dan Ukraina menggelar pembicaraan damai di Istanbul pada Rabu, membahas kemungkinan pertukaran tahanan lebih lanjut. Namun, kedua pihak masih berselisih jauh soal syarat gencatan senjata dan potensi pertemuan antara pemimpin masing-masing negara.
“Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah indikator permintaan karena saat ini memasuki musim puncak. Pergerakan naik atau turun akan mempengaruhi margin kilang,” tambah Shah dari Rystad.