Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham di Asia Tenggara merespons beragam hasil hitung cepat Pilpres AS 2024 yang menunjukkan Donald Trump terpilih untuk duduk lagi di kursi presiden. Sayangnya, IHSG malah masuk ke dalam indeks saham yang merosot paling dalam.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 1,44% ke level 7.383,86 pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu (6/11/2024).
Dibandingkan indeks saham di negara Asia Tenggara lainnya, penurunan IHSG menjadi paling tinggi. PSEi Index di Filipina misalnya turun 1,27% ke level 7.165,42. Kemudian, SET Index dari Thailand mengalami penurunan 0,96% ke level 1.467,42.
Sementara, deretan indeks saham di Asia Tenggara lainnya mengalami penguatan. FTSE Bursa Malaysia KLCI Index mencatatkan penguatan 0,83% ke level 1.634,17 pada perdagangan kemarin.
Lalu, VN-Index dari Vietnam menguat 0,08% ke level 1.245,76. Straits Times Index STI dari Singapura menguat 0,6% ke level 3.602,99.
Sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd), IHSG juga menjadi yang paling sedikit mengalami kenaikan di kawasan Asean. IHSG telah naik 1,53% ytd, dibandingkan SET Index yang naik 3,64% ytd dan VN-Index yang naik 10,35% ytd.
Baca Juga
Lalu, PSEi Index naik 11,09% ytd, Straits Times Index STI naik 11,19% ytd, serta FTSE Bursa Malaysia KLCI Index naik 12,34% ytd.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (7/11/2024), IHSG melanjutkan koreksi 0,14% atau turun 10,30 poin ke 7.373,56.
Pelemahan IHSG terjadi seiring dengan momentum Pilpres AS yang dimenangkan Donald Trump versi hitung cepat. Adapun, jumlah suara Trump sudah melewati batas minimal perolehan suara electoral college yang diperlukan untuk mengamankan kursi Presiden, yakni sebanyak 270 suara.
Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan apabila Trump memimpin AS, ada potensi kenaikan tarif untuk impor Indonesia sebesar 20%. Sementara per September 2024, ekspor Indonesia kedua terbanyak ke AS. Ada kemungkinan ekspor dari Indonesia akan turun ke AS.
Selain itu, ia mengatakan kemenangan Trump membawa potensi larinya dana asing dari emerging market. "Trump akan mengutamakan investasi dan pembangunan ke dalam negaranya sendiri," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (6/11/2024).
Alhasil, menurutnya Indonesia harus lebih kompetitif untuk menjadi atraktif. "Di masa Trump pertama, FDI [foreign direct investment] Indonesia juga tidak meningkat signifikan, dibandingkan masa Biden," ujar Liza.
Sementara, Associate Director of Research and Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan Trump memiliki kebijakan Make America Great Again, yang akan mengutamakan Amerika sebagai porosnya. Menurut Nico, hal ini memiliki dampak negatif bagi perekonomian global karena Trump akan menjalankan kebijakan proteksionisme.
Di satu sisi, Harris memiliki agenda sendiri seperti Joe Biden sebelumnya. Oleh sebab itu, pasar akan mengalami volatilitas yang jauh lebih tinggi apabila Trump yang memenangkan pemilu dibandingkan dengan Harris.
Selain Pemilu AS, pekan ini pasar juga menantikan pertemuan The Fed yang akan terjadi berselang tiga hari setelah pemilu AS. Hingga saat ini, kata dia, potensi pemangkasan tersebut cukup terbuka, terutama setelah data yang keluar pada hari Jumat malam pekan lalu.
"Namun, apabila volatilitas dianggap terlalu tinggi setelah pemilu AS, ada kemungkinan The Fed akan mengurungkan niatnya dan mengeluarkan pemotongan yang jauh lebih besar pada bulan Desember mendatang," tutur Nico.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.