Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mengalami penurunan setelah OPEC+ terpaksa menunda pertemuan penting di tengah perselisihan mengenai kuota produksi. Hal ini menyebabkan ketidakpastian kebijakan produksi kelompok tersebut untuk 2024.
Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (24/11/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Januari 2024 melemah -0,75% atau -0,58 poin menjadi US$76,52 per barel pada pukul 14.01 WIB. Harga minyak mentah WTI berada di bawah US$77 per barel setelah libur Thanksgiving
Kemudian, harga minyak Brent kontrak Januari 2024 menguat 0,07% atau 0,06 poin ke US$81,48 per barel, sedangkan harga minyak Brent stabil di atas US$81 per barel setelah turun 1,3% selama dua sesi sebelumnya.
Arab Saudi, selaku pemimpin de facto Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya berselisih mengenai kuota produksi untuk anggota Afrika. Pertemuan yang awalnya direncanakan untuk akhir pekan ini telah diundur ke 30 November 2023 dan dihelat secara daring.
Harga minyak mentah berada di jalur penurunan bulanan berturut-turut, dengan harga turun sekitar 16% dari level tertingginya pada akhir September 2023.
Penurunan ini didorong oleh tanda-tanda peningkatan pasokan dari negara-negara non-OPEC+, stok Amerika Serikat (AS) yang meningkat dan memudarnya premi yang dihasilkan oleh perang Israel-Hamas. Sementara itu International Energy Agency (IEA) melihat pasar akan kembali surplus pada 2024.
Baca Juga
"Awan gelap membayangi pertumbuhan permintaan untuk tahun depan, sehingga pasar membutuhkan batasan pasokan yang lebih kuat," jelas kepala analis energi yang berbasis di Beijing di SDIC Essence Futures Co., Gao Mingyu.
Sebelum penundaan ini, para trader mengira bahwa Arab Saudi bersiap-siap untuk mengumumkan perpanjangan pemangkasan sepihak sebesar 1 juta barel per hari.
Terdapat juga perkiraan bahwa Arab Saudi dapat mengarahkan anggota lain untuk bergabung dengan pembatasan tambahan, namun pertengkaran telah membuat hasil tersebut diragukan.
Analis ANZ Group Holdings Ltd. Jack Chambers mengatakan bahwa para investor menilai apakah kesepakatan masih mungkin terjadi.
“Di luar peristiwa ini, perkembangan fundamental masih bersifat bearish, dengan meningkatnya persediaan minyak AS," terangnya.