Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi Indonesia yang cenderung lebih atraktif dan imbal hasil yang diprediksi turun dibandingkan negara lain menyebabkan minat investor asing masih akan terus berlanjut di paruh kedua tahun ini.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan potensi investor asing masuk ke pasar obligasi masih terbuka lebar di paruh kedua didorong oleh tren inflasi yang terus menurun dan ekspektasi puncak suku bunga The Fed yang semakin dekat.
“Sementara fundamental ekonomi Indonesia masih solid, pertumbuhan ekonomi masih di atas 5 persen,” katanya kepada Bisnis, Selasa (11/7/2023).
Selain itu, Handy menjelaskan inflasi juga kembali ke rentang yaitu 2 persen hingga 4 persen, budget defisit outlook tahun ini lebih rendah dari target awal yaitu minus 2,28 persen dibandingkan GDP sebesar minus 2,85 persen, serta sentimen rupiah yang lebih stabil.
Sepanjang paruh pertama, inflow yang masuk sebesar Rp84,7 triliun atau setara dengan US$5 miliar. Meski angka yang tercatat cukup banyak angka tersebut tidak sebanding dengan outflow asing sejak pandemi tahun 2020-2022 yang jumlahnya mencapai Rp300 triliun.
Handy mengatakan terdapat potensi rally pasar obligasi berlanjut di tahun depan, jika the Fed sudah melakukan pivoting, merubah suku bunga dari naik menjadi turun. Hal ini berpotensi adanya ekspektasi suku bunga BI rate juga akan turun tahun depan. Setiap penurunan suku bunga maka yield SBN juga akan cenderung turun dan harga obligasi naik.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengatakan pada paruh kedua 2023, investor asing berpotensi melanjutkan untuk masuk ke pasar Indonesia, meskipun lebih lambat dibandingkan dengan paruh pertama.
“Di jangka pendek, atau investor asing diperkirakan justru akan mencatatkan net sell akibat sentimen risk-off akibat Fed yang masih berpotensi menaikkan suku bunganya,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (11/7/2023).
Adapun kata Josua untuk risiko sentimen pemilu berdasarkan data historis pada Pemilu 2009,2014, dan 2019, tidak terdapat penurunan net buy investor asing yang signifikan pada masa-masa menjelang Pemilu, sehingga dampak Pemilu terhadap minat investor asing cenderung lebih terbatas.
Hal ini dikarenakan oleh para calon Presiden ataupun calon legislatif idak memberikan janji perubahan fiskal yang signifikan, sehingga Indonesia dianggap relatif aman, bahkan pada masa pergantian rezim.
“Dengan kondisi potensi penurunan surplus dari transaksi berjalan, sementara arus aliran masuk masih terjadi, Rupiah berpotensi bergerak di kisaran 14.900-15.100 di akhir tahun,” imbuhnya.
Sementara yield dari SUN akan bergerak di kisaran 6,20 persen-6,40 persen sedangkan inflasi pada akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran 3,00 persen - 3,50 persen.