Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan nilai transaksi broker sepanjang Mei 2020 dinilai sebagai sinyal mulai pulihnya aktivitas bursa. Pelaku pasar mengharapkan kondisi dapat terus membaik sejalan dengan positifnya sentimen dari pembukaan kembali ekonomi.
Berdasarkan data Bloomberg, transaksi broker sepanjang Mei mencapai Rp314,35 triliun, naik 9,48 persen dibandingkan transaksi sepanjang April yang sebesar Rp287,12 triliun. Meski masih di bawah capaian transaksi pada Maret yang sebesar Rp332,11 triliun.
Direktur Panin Sekuritas Prama Nugraha mengatakan tren yang terjadi di pasar modal sejalan dengan perkembangan pandemi di berbagai belahan dunia. Dia menilai saat ini pasar mulai memasuki periode rebound.
Pasalnya, kata Prama, kondisi terparah pasar sudah terlewati beberapa waktu lalu dan kini mulai menunjukkan tren naik seiring aktivitas ekonomi yang berangsur-angsur kembali di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia.
“Ke depan sudah mulai ada pelongaran, di Jakarta kemarin diumumkan kalau sudah mulai masa transisi. Ini membuat pasar semangat,” katanya kepada Bisnis, Sabtu (7/6/2020)
Meski kondisi pandemi di Indonesia belum reda seluruhnya, Prama menilai investor tetap optimistis dengan adanya berbagai stimulus fiskal dan moneter dari otoritas yang ada di Indonesia.
Baca Juga
“Soal ekonomi ini bagusnya selalu ada update dari BI, dari Kemenkeu. Informasi ini bisa langsung diterima investor sehingga mereka mengetahui arah perkembangan ekonomi kita seperti apa, buktinya asing sudah masuk lagi,” tutur Prama.
Senada, Presiden Direktur RHB Sekuritas Iwanho mengatakan sepanjang Mei lalu pasar memang mulai menunjukkan geliatnya. Selain Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak positif, inflow investor asing juga kembali deras.
Dia mengaku optimistis adanya kenormalan baru akan mampu menopang pemulihan pasar meski belum sepenuhnya karena sejumlah hal masih membayangi pasar seperti kekhawatiran akan terjadinya gelombang kedua pandemi setelah aktivitas masyarakat kembali berjalan.
“Jangan sampai seperti Korea kemarin. Jadi meski peraturan sudah mulai dilonggarkan harus tetap hati-hati karena itu [gelombang kedua] bisa melemahkan pasar kembali,” tutur Iwanho kepada Bisnis, Jumat(7/6/2020)
Di sisi lain, dia juga mengharapkan adanya stimulus lanjutan dari otoritas untuk mempercepat pemulihan pasar, seperti adanya relaksasi kredit bagi korporasi yang bergerak di sektor riil.
Iwanho menilai beragam kebijakan dan relaksasi yang dikeluarkan otoritas selama ini telah cukup baik dalam menahan pasar agar tak anjlok terlalu dalam. Namun, kebijakan tersebut belum merata.
“Agar optimal perlu beberapa kebiajkan lagi. Kemarin relaksasi lebih banyak untuk UMKM, sedangkan korporat belum banyak. Padahal kalau dari sisi karyawan yang harus dibiayai jauh lebih besar. Ini perlu diatur lagi,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menilai beragam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan untuk mengantisipasi dampak pandemi terhadap pasar modal kini mulai membuahkan hasil.
Sebagai gambaran, dia menyebut bagaimana volatilitas IHSG mulai reda dan indeks menghijau selama beberapa hari terakhir, bahkan hari ini sempat kembali menyentuh level 5.000.
Selain itu, ujarnya, investor asing juga terpantau mulai kembali melirik pasar modal Indonesia, baik pasar saham maupun obligasi. Berdasarkan catatan OJK, pada Mei lalu inflow investor asing di pasar saham tercatat net buy Rp8,00 triliun dan di pasar SBN net buy Rp7,07 triliun.
“Ini direspons positif. [Pelaku pasar] yakin, oh ini ada skenarionya. Kami menjaga bagaimana agar sektor riil itu betul-betul minimal dampaknya,” kata Wimboh belum lama ini.
Sementara itu, tak hanya nilai transaksi yang diprediksi bakal kembali naik, jumlah investor khususnya segmen ritel juga diyakini akan terus bertambah.
Direktur Utama Indo Premier Sekuritas Moleonoto mengatakan tetap ada hikmah yang dapat dipetik dari kondisi pandemi, antara lain meningkatnya minat masyarakat terhadap produk-produk investasi pasar modal.
“Kita melihat di era Covid ada yang pekerjaan, bisnis, atau penghasilannya terganggu, dengan kondisi ini masyarakat mulai sadar perlunya investasi,” kata Moleonoto.
Dia menargetkan dapat menambah investor ritel baru hingga 40 persen dalam 12 bulan ke depan. Sementara dari sisi nilai transaksi, Indo Premier mematok target dapat tumbuh 30 persen dari posisi saat ini.
“Kita mengharapkan transaksi ritel tumbuh, tapi tentu kita harus mengamati dan menyikapi pengaruh dari wabah Covid-19 ini terhadap perilaku investasi masyarakat,” tutupnya.