Bisnis.com, JAKARTA — Sebagai lembaga sovereign wealth fund (SWF) yang baru berumur 6 bulan, Badan Pengelola Investasi Danantara getol bermanuver untuk merancang skema penggalangan dana. Opsi penarikan utang dari perbankan hingga obligasi bernilai jumbo pun tengah bergulir.
Terbaru, Danantaramerancang penerbitan surat utang berjuluk Patriot Bond. Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir menjelaskan Patriot Bond merupakan instrumen pembiayaan strategis yang lazim digunakan di berbagai negara, seperti Jepang dan Amerika Serikat, untuk memperkuat kemandirian pembiayaan nasional.
"Melalui obligasi ini, negara memperoleh sumber pendanaan jangka menengah-panjang yang stabil, sementara pelaku usaha memiliki akses pada instrumen investasi yang aman dan bermanfaat bagi perekonomian nasional," jelas Pandu, Selasa (27/8/2025).
Pandu menambahkan pinsip dasar Patriot Bond adalah partisipasi sukarela dan tanggung jawab bersama. Skema ini membuka ruang bagi kelompok usaha nasional untuk berkontribusi pada agenda pembangunan lintas generasi, sekaligus memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Melansir Bloomberg, Danantara Indonesia membidik dana Rp50 triliun atau sekitar US$3,1 miliar dari Patriot Bond itu. Danantara berencana menerbitkan obligasi tersebut dalam dua tenor, yaitu 5 tahun dan 7 tahun dengan nilai masing-masing Rp25 triliun.
Berdasarkan dokumen yang dilihat Bloomberg, dua seri obligasi tersebut akan diterbitkan dengan kupon sebesar 2%. Kupon tersebut lebih rendah dari BI Rate yang saat ini bertengger di level 5% dan yield SBN tenor yang sama di posisi 5,8% dan 6,1%.
Nantinya, Patriot Bond akan ditawarkan kepada para pemimpin bisnis nasional dan diterbitkan dengan mekanisme private placement.
Dana hasil penerbitan Patriot Bond akan diarahkan ke sektor-sektor produktif, termasuk transisi energi, dengan target mendorong produktivitas, membuka lapangan kerja, serta menjaga keberlanjutan lingkungan.
Mantan Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) itu juga menegaskan bahwa Danantara Indonesia berkomitmen menjalankan mandat sebagai pengelola investasi negara dengan penuh kehati-hatian, transparansi, dan tata kelola yang baik.
"Setiap inisiatif pembiayaan diarahkan untuk mendukung transformasi ekonomi jangka panjang serta memperkuat peran dunia usaha dalam pembangunan," tegasnya.
Proyeksi Minat Investor Patriot Bond
Toto Pranoto, Associate Director BUMN Research Group Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), menilai struktur kupon yang lebih rendah dari imbal hasil pasar membuat obligasi ini kurang atraktif jika dikemas seperti surat utang biasa. Untuk itu, diperlukan insentif agar pengusaha berminat.
“Patriot Bond dengan return 2% tidak mungkin bisa sukses kalau dikemas seperti obligasi biasa. Harus ada dorongan pemerintah supaya pengusaha nasional mau membeli obligasi tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (26/8/2025).
Menurutnya, pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif agar Patriot Bond lebih menarik. Bentuk insentif bisa berupa penghapusan atau penurunan pajak atas kupon obligasi ataupun fasilitas fiskal tambahan bagi pengusaha.
“Kombinasi berbagai insentif bisa disertakan terkait penjualan Patriot Bond ini, semisal, penurunan atau penghapusan pajak untuk kupon obligasi, insentif fiskal lebih tinggi untuk investor yang akan memegang obligasi dalam jangka panjang,” ucapnya.
Dia juga menyatakan selama pembelian obligasi bersifat sukarela, maka partisipasi pengusaha nasional dapat dipandang sebagai bentuk patriotisme. Sebaliknya, jika ada kesan pemaksaan, langkah itu justru berdampak negatif bagi iklim investasi nasional.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menilai Patriot Bond akan menjadi strategic bond yang dijalankan dengan mengajak konglomerasi dan pemilik usaha terlibat dalam pembangunan. Dana kemudian akan digunakan ke dalam pembangunan industri waste to energy.
Terkait daya tarik investor menurutnya memang kupon yang ditawarkan kecil, tetapi dia memperkirakan akan ada daya tawar lain dari Danantara atas penerbitan surat utang tersebut. Dengan sifat yang tidak tradable, menurutnya hampir pasti penerbitan Patriot Bond tidak akan berdampak pada harga pasar surat utang negara.
"Ini [Patriot Bond] adalah semacam strategic bond, di balik itu akan ada kompensasi yang bisa bersifat kemudahan bisnis atau proyek bagi mereka yang terlibat. Akan tetapi [Patriot Bond] hanya memberikan return yang sedikit," ujar Ramdhan, Selasa (26/8/2025).
Di sisi lain, terdapat sejumlah tantangan bagi Danantara atas penerbitan Patriot Bond, di antaranya mesti ada pengawasan yang ketat. Kemudian, prospek dari proyek pembiayaan yakni untuk waste to energy mesti menjanjikan.
Investment Analyst Capital Asset Management Martin Aditya menilai dana yang diraup dari Patriot Bond bertujuan untuk proyek berkelanjutan. Proyek tersebut bisa prospektif seiring dengan Presiden RI Prabowo Subianto yang juga sedang dalam upaya mengembangkan proyek renewables energy.
Terkait daya tarik investor, menurutnya, pasti ada alasan Danantara menetapkan kupon hanya 2%, di mana spread jauh dengan instrumen yang paling dekat yaitu SBN dan suku bunga acuan.
"Mungkin bisa jadi ada benefit lain dari Patriot Bond yang didapat yang belum disampaikan," ujar Martin kepada Bisnis pada Selasa (26/8/2025).
Daya tarik lainnya menurut Martin kemungkinan adalah akan ada nilai lebih bagi portofolio perusahaan yang pernah berkontribusi membangun negara dengan memiliki Patriot Bond tersebut.
Langkah Tarik Utang Bank
Selain surat utang, Danantara juga menggalang pembiayaan dari perbankan. Berdasarkan catatan Bisnis, Danantara mendapat pinjaman senilai US$10 miliar atau setara Rp163,14 triliun (asumsi kurs Rp16.314 per US$) dari 12 bank asing.
CEO Danantara Rosan P Roeslani mengatakan, pinjaman itu merupakan bentuk kepercayaan 12 bank asing untuk memberikan fasilitas kredit bergulir (revolving facility) kepada sovereign wealth fund seperti Danantara.
"Kami alhamdulillah baru saja mendapatkan approval juga kita mendapatkan pendanaan mencapai US$10 miliar. Semuanya bank-bank dari luar negeri dan ini adalah membuktikan bahwa memang dari bank asing pun dan pinjaman itu diberikan hanya berdasarkan tanpa kita istilahnya memberikan jaminan apapun," ucap Rosan di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (22/7/2025).
Kendati demikian, Rosan tak memerinci siapa saja 12 bank dari luar negeri tersebut. Dia hanya menekankan bahwa pinjaman itu merupakan kepercayaan yang diberikan oleh bank kepada Danantara.
Pihaknya pun meyakini akan makin banyak kepercayaan yang diberikan kepada Danantara. Apalagi, Danantara bakal melakukan beberapa investasi di berbagai proyek.
"Beberapa investasi yang akan kami lakukan tentunya tetap mengacu kepada kriteria yang ada karena kalau kita berinvestasi harus ada return-nya, harus ada keuntungannya karena itu juga tanggung jawab yang diberikan kepada kami," kata Rosan.
Di sisi lain, dia menyebutkan, selama 4 bulan Danantara diluncurkan, pihaknya telah mendapatkan pendanaan melalui kerja sama dengan sovereign wealth fund lain sebesar US$7 miliar atau setara Rp114,2 triliun.
“Dari US$7 miliar itu dengan Qatar US$4 miliar, kemudian dengan CIC [China Investment Corporation] US$2 juta dan juga kemudian dengan RDIF [Russian Direct Investment Fund]. Dan kita sedang ada pembicaraan dengan Sovereign Wealth Fund lainnya untuk bersama-sama untuk berinvestasi terutama di Indonesia," imbuhnya.
Sebelumnya, pada awal tahun 2025, Danantara juga telah menandatangani perjanjian terpisah dengan Qatar Investment Authority dan China Investment Corporation terkait investasi bersama.