Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kisi-kisi Arah Gerak Rupiah Makin Dekat Target Prabowo Rp16.000 per Dolar AS

Rupiah diproyeksi mendekati target Prabowo Rp16.000/USD akhir 2025, dengan depresiasi ke Rp16.500 pada 2026. Bank Indonesia siap stabilisasi nilai tukar.
Annasa Rizki Kamalina,I Putu Gede Rama Paramahamsa
Senin, 18 Agustus 2025 | 19:44
Karyawan menghitung uang dolar AS di salah satu penukaran uang di Jakarta, Selasa (24/6/2025). Bisnis/Abdurachman
Karyawan menghitung uang dolar AS di salah satu penukaran uang di Jakarta, Selasa (24/6/2025). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah diproyeksi bertahan menguat jelang akhir tahun ini, dengan Presiden RI Prabowo Subianto menargetkan mata uang Garuda berada di level rata-rata Rp16.000 per dolar AS. Selanjutnya, rupiah diperkirakan depresiasi ke level rata-rata Rp16.500 pada 2026.

Adapun, saat ini rupiah sudah bergerak kian mendekati target akhir tahun 2025 tersebut. 

Melansir data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 0,34% ke level Rp16.170,50 pada Jumat (18/8/2025). Sementara itu, dolar turut terkoreksi 0,31% ke 97,95.

Hingga semester I/2025, rupiah secara rata-rata tercatat di angka Rp16.428 per dolar AS. Melesat dari target awal APBN tahun ini yang sebesar Rp16.000 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan bahwa instansinya akan terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental terutama melalui intervensi transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik.

Di mana strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menjaga stabilitas pasar keuangan.

Melansir Reuters, pada akhir pekan lalu dolar AS cenderung stabil terhadap euro dan pound sterling. Hal itu menyusul para investor yang memangkas ekspektasi mereka atas pelonggaran kebijakan moneter oleh The Fed setelah rilis data inflasi grosir yang lebih tinggi dari perkiraan.

Sebelumnya, pasar dihadapkan pada data yang menunjukkan harga produsen AS naik paling tinggi dalam tiga tahun pada Juli, dipicu lonjakan biaya barang dan jasa, yang mengarah pada meningkatnya tekanan inflasi secara luas. Analis menyebut hal ini dapat menjadi dilema bagi The Fed.

Berdasarkan alat pantau CME FedWatch, peluang penurunan suku bunga 25 basis poin oleh bank sentral AS pada September tetap sangat tinggi, meski sedikit berkurang setelah rilis data harga produsen.

Pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, kemungkinan akan menjadi fokus pekan depan untuk melihat pandangannya terhadap kondisi ekonomi AS dan arah suku bunga acuan selanjutnya.

Alex Hill, Managing Director di Electus Financial Ltd, Auckland, mengatakan faktor kunci yang perlu diperhatikan untuk dolar AS adalah bagaimana pasar obligasi menyerap peningkatan penerbitan utang pemerintah pada September dan Oktober.

Investor juga menantikan pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat malam di Alaska. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro