Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arah Wall Street Pekan Ini Menanti Sinyal The Fed di Jackson Hole

Wall Street menanti sinyal The Fed di Jackson Hole terkait suku bunga. Investor khawatir Powell akan meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga.
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle
Informasi pasar saham di Nasdaq MarketSite di New York, AS, Senin, 5 Agustus 2024. Aksi jual pasar global semakin dalam karena kekhawatiran terhadap resesi ekonomi AS semakin meningkat./Bloomberg-Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pada pekan ini akan dipengaruhi oleh simposium tahunan The Fed di Jackson Hole untuk mencari sinyal arah pemangkasan suku bunga, yang berpotensi kembali mengerek indeks saham Wall Street ke rekor baru.

Melansir Reuters pada Senin (18/8/2025), pertemuan tahun ini berlangsung setelah data harga konsumen dan produsen pekan lalu memberikan sinyal campuran terkait ketahanan ekonomi AS menghadapi tarif impor besar-besaran yang diberlakukan Presiden Donald Trump.

Puncak pertemuan itu akan terjadi pada Jumat (22/8/2025), ketika Ketua The Fed Jerome Powell dijadwalkan menyampaikan pidato di tengah sepinya rilis data ekonomi pekan ini.

Meski data terbaru menunjukkan konsumsi tetap tangguh dan pasar tenaga kerja belum sepenuhnya melemah, sebagian investor khawatir Powell akan meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga dalam beberapa pekan ke depan. Harapan inilah yang selama ini menopang reli indeks saham Wall Street ke level tertinggi baru, meski masih ada data yang menandakan inflasi belum sepenuhnya terkendali.

“Kami bisa saja menghadapi momen penting tahun ini. Bagaimana jika Powell justru tampil hawkish, sementara pasar berharap dia dovish?” ujar Steven Sosnick, market strategist di IBKR.

Pasar berjangka saat ini masih memperkirakan Federal Open Market Committee (FOMC) memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin setidaknya dua kali lagi pada 2025, dimulai dari pertemuan pertengahan September.

Sektor yang diperkirakan paling diuntungkan dari biaya pinjaman lebih rendah belakangan menjadi bintang di Wall Street, menurut Andrew Slimmon, Head of Applied Equity Advisors Morgan Stanley Asset Management.

“Ini semua tentang emiten konstruksi perumahan, saham siklikal, industri, dan perusahaan bahan baku,” kata Slimmon.

Saham raksasa perumahan seperti PulteGroup, Lennar, dan D.R. Horton masing-masing naik antara 4,2% hingga 8,8% sepanjang pekan lalu, jauh melampaui kenaikan 1% pada indeks S&P 500. Dalam sebulan terakhir, kelompok ini bahkan melesat 15%–22%, dibandingkan kenaikan 3,3% S&P 500.

Namun, keberlanjutan reli mereka bergantung pada tren penurunan suku bunga KPR, yang kini diragukan setelah imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun kembali naik.

Slimmon menegaskan, reli sektor perumahan mencerminkan keyakinan pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga.

“Itu berarti jika Powell memberi sinyal sebaliknya di Jackson Hole, pasar akan rentan mengalami aksi jual,” ujarnya.

Agar pasar tetap stabil, Powell harus berhati-hati dalam menyampaikan pesan dan menekankan pandangan bahwa ekonomi AS berada pada posisi ideal—tidak terlalu panas, tapi juga tidak mendekati resesi, menurut Ashwin Alankar, Head of Global Asset Allocation di Janus Henderson.

“Dia tidak bisa membuat pasar panik dengan mengatakan ekonomi membutuhkan stimulus besar-besaran,” kata Alankar.

Beberapa analis mulai melihat pergeseran sentimen. Thierry Wizman, global FX and rates strategist Macquarie Group, menyebut hingga Rabu lalu masih ada pembicaraan soal kemungkinan “mega cut”, tetapi kini ekspektasi lebih realistis mengarah pada pemangkasan dovish di September.

Selain tingginya valuasi pasar saham, turunnya indeks volatilitas Cboe (VIX) ke level terendah tahun ini, serta berakhirnya musim laporan kinerja kuartal II, menjadikan komentar Powell lebih krusial sebagai panduan investor di tengah periode sepi sentimen.

“Kalender pasar kian sepi,” ujar Jeff Blazek, co-chief investment officer multi-asset di Neuberger Berman.

Namun, risiko terbesar justru ada pada euforia pasar yang belakangan mengabaikan serangkaian sentimen negatif dan menyingkirkan kejatuhan tajam akibat tarif impor pada April lalu.

“Semakin percaya diri pasar menjelang Jackson Hole, semakin besar pula risiko reaksi negatif yang bisa memicu gejolak,” kata Sosnick.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro