Felix menilai rebalancing indeks LQ45 dengan masuknya AADI dan SCMA menjadi konstituen menggantikan ESSA dan SIDO menjadi sinyal adanya rotasi sektor, terutama karena SCMA memiliki eksposur yang lebih besar terhadap siklus konsumsi dan periklanan yang mulai pulih.
"Namun untuk jadi katalis penguatan LQ45, kontribusi keduanya kemungkinan masih terbatas karena bobotnya tidak dominan. LQ45 masih perlu dorongan dari big caps seperti BBCA, BBRI [PT Bank Rakyat Indonesia Tbk.] TLKM [PT Telkom Indonesia Tbk.] atau ASII [PT Astra International Tbk]," ujar Felix.
Ke depan, menurutnya terdapat peluang penguatan IHSG didorong oleh sinyal kuat dari penurunan suku bunga global, stabilitas rupiah, dan pemulihan daya beli domestik.
Apalagi jika realisasi belanja pemerintah mulai dipercepat yang kemudian bisa mendorong sektor konstruksi dan barang konsumsi bergerak lebih aktif.
Sementara, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), David Kurniawan menilai rebalancing bisa memperbaiki komposisi di indeks LQ45.
"Akan tetapi dampaknya [rebalancing] terbatas sebagai katalis tunggal, karena arus dana ke indeks LQ45 masih stagnan dan market masih dikuasai oleh saham-saham spekulatif, bukan value-driven," ujar David, Senin (28/7/2025).
Baca Juga
Ke depan, menurutnya terdapat sejumlah sentimen yang memengaruhi pergerakan indeks LQ45 di antaranya stabilitas suku bunga Bank Indonesia (BI), khususnya jika BI ikut menurunkan suku bunga dalam mendorong kredit serta investasi.
Sentimen positif lainnya adalah kondusivitas geopolitik, terutama perang dagang AS-China dan tensi Rusia-Ukraina. Kemudian, pemulihan konsumsi masyarakat jika inflasi tetap terkendali dan realisasi gaji ASN atau bantuan sosial meningkat.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.