Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Mentah Anjlok usai Trump Ancam Sanksi Baru ke Rusia

harga minyak berjangka Brent ditutup melemah US$1,15 atau 1,63% menjadi US$69,21 per barel
Kilang minyak Motiva di Port Arthur, Texas./ Bloomberg - Luke Sharrett
Kilang minyak Motiva di Port Arthur, Texas./ Bloomberg - Luke Sharrett

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah dunia melemah tajam pada perdagangan Senin (14/7/2025) usai Presiden AS Donald Trump memberikan ultimatum batas waktu 50 hari kepada Rusia untuk menyepakati perdamaian, atau menghadapi sanksi baru terhadap pembeli ekspor minyak Rusia.

Melansir Reuters, harga minyak berjangka Brent ditutup melemah US$1,15 atau 1,63% menjadi US$69,21 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,47 atau 2,15% ke posisi US$66,98 per barel.

Trump sebelumnya mengumumkan pengiriman persenjataan baru untuk Ukraina dan mengancam sanksi terhadap negara-negara yang terus membeli minyak dari Rusia, kecuali Moskow segera menandatangani kesepakatan damai.

China dan India tercatat sebagai dua importir terbesar minyak mentah Rusia.

Harga minyak sempat naik di awal sesi karena ekspektasi terhadap sanksi baru yang lebih ketat dari Washington. Namun, harga berbalik turun setelah pasar menilai bahwa ancaman tersebut belum akan segera diwujudkan.

Analis senior Price Futures Group Phil Flynn mengatakan pasar menganggap tenggat 50 hari yang diberikan Trump memberikan ruang negosiasi yang luas kepada Rusia.

”Oleh karena itu, kekhawatiran terhadap sanksi langsung agak mereda,” ungkap Flynn seperti dikutip Reuters, Selasa (15/7/2025).

Analis energi Bob Yawger dari Mizuho menambahkan bahwa kemungkinan AS menerapkan tarif 100% terhadap China sangat kecil karena dampaknya bisa melonjakkan inflasi secara ekstrem.

Sementara itu, data dari otoritas bea cukai menunjukkan impor minyak mentah China pada Juni mencapai 12,14 juta barel per hari—tertinggi sejak Agustus 2023 dan naik 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini memberi dukungan terhadap pasar di tengah kekhawatiran pasokan ketat hanya terjadi di China dan armada laut, bukan di pusat-pusat penyimpanan utama.

Dari sisi geopolitik, sanksi terhadap Rusia kembali menguat. Parlemen AS tengah membahas rancangan undang-undang bipartisan untuk menjatuhkan sanksi lebih keras terhadap Moskow. Di Eropa, diplomat Uni Eropa hampir menyepakati paket sanksi ke-18, yang di antaranya menurunkan batas harga minyak Rusia.

Di tengah semua itu, negosiasi perdagangan antara AS dan mitra utama seperti Uni Eropa dan Korea Selatan turut menjadi sorotan. Kedua pihak sedang menyusun perjanjian untuk meredam dampak dari rencana tarif AS yang akan diberlakukan mulai 1 Agustus.

“Ancaman tarif Presiden Trump dinilai tidak dapat diterima,” tegas Menlu Denmark Lars Lokke Rasmussen dalam konferensi pers bersama dengan Komisioner Perdagangan UE Maros Sefcovic di Brussel.

Sementara itu, laporan terbaru dari International Energy Agency menyebut bahwa pasar minyak global dalam jangka pendek mungkin lebih ketat dari yang terlihat.

Namun, lembaga itu juga merevisi naik proyeksi pertumbuhan pasokan tahun ini, sembari menurunkan estimasi permintaan—indikasi potensi surplus di pasar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper