Bisnis.com, JAKARTA – Pasar obligasi Indonesia diproyeksi makin solid seiring dengan sikap dovish Bank Indonesia dikombinasikan dengan meredanya kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal Tanah Air.
Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun berada di level 6,6% pada Jumat (11/7/2025). Dari analis yang dihimpun Bloomberg, yield itu berpotensi bisa turun lagi ke level 5,8% pada akhir tahun ini. Sedangkan yield SBN tenor lima tahun diproyeksi bisa turun lebih dalam lagi.
Adapun, pasar surat utang di Asia–termasuk Indonesia–mencatatkan kinerja yang kokoh tahun ini karena investor menggeser investasinya dari aset dolar AS.
Kinerja pasar obligasi Indonesia yang moncer ini pun mencerminkan ketertarikan investor global untuk masuk ke negara berkembang di tengah-tengah ancaman tarif AS maupun ketegangan geopolitik. Adapun, kedua tantangan itu telah mendorong prospek perbaikan fiskal dan kebijakan moneter longgar di negara emerging markets.
“Prospek pelonggaran moneter lebih lanjut memberikan latar belakang yang mendukung bagi pasar obligasi,” kata ahli strategi makro Convera Singapore Shier Lee Lim, dikutip Bloomberg, Senin (14/7/2025).
Lebih lanjut, kinerja imbal hasil SBN sebenarnya masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di kawasan. Namun, investor asing terpantau sudah menggelontorkan dananya hingga US$3,6 miliar ke obligasi pemerintah hingga awal Juli.
Dorongan likuiditas dari investor nonresiden itu membawa yield SBN tenor 10 tahun turun lebih dari 60 bps dari level tertingginya pada Maret. Sementara itu, penawaran investor dalam lelang-lelang sejak Mei juga melampaui tiga kali target penjualan.
Adapun, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sempat mengatakan bahwa bank sentral akan memantau ruang pemangkasan suku bunga, tergantung pada kondisi global dan stabilitas nilai tukar rupiah. BI sudah menurunkan suku bunga sebesar total 50 basis poin tahun ini, dan beberapa analis memperkirakan ada penurunan lagi.
Sentimen di pasar obligasi juga berasal dari langkah bank sentral menurunkan imbal hasil surat berharga jangka pendek, yang dikenal sebagai SRBI. BI juga disebut akan menebus surat berharga yang jatuh tempo untuk mengarahkan investor ke obligasi pemerintah.
Hal ini bertepatan dengan pelemahan dolar yang diperkirakan akan berlanjut dan dapat memperkuat rupiah, yang akan meningkatkan daya tarik obligasi domestik.
“Kita kemungkinan tidak akan melihat imbal hasil jangka panjang kembali ke level tertinggi seperti yang terlihat pada bulan Maret untuk sisa tahun ini,” kata ahli strategi makro pasar negara berkembang dan mata uang di Barclays Plc Audrey Ong.
Ong mengatakan kondisi pasar obligasi Indonesia bakal tetap solid selama tidak ada kejutan negatif dari sisi fiskal.
Adapun, defisit anggaran pemerintah diperkirakan melebar menjadi 2,8% dari produk domestik bruto pada 2025. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menenangkan kekhawatiran investor ketika ia mengatakan bahwa cadangan kas akan digunakan untuk menutup defisit.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.