Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mata Uang Negara Berkembang Reli di Hadapan Depresiasi Dolar AS

Mata uang di negara-negara berkembang reli hingga menyentuh level tertinggi. Ringgit Malaysia memimpin penguatan dari kawasan Asia.
Pegawai menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) di salah satu gerai penukaran uang di Jakarta, Selasa (8/4/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menghitung mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) di salah satu gerai penukaran uang di Jakarta, Selasa (8/4/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang di negara-negara berkembang reli hingga menyentuh level tertinggi setelah Washington memutuskan untuk menunda pengenaan tarif ke Uni Eropa. 

Berdasarkan data Bloomberg, indeks MSCI EM Currency menguat hingga 0,4% pada hari ini Senin (26/5/2026). Ringgit Malaysia saat ini memimpin penguatan di ASia sebesar 0,7%. Sementara itu, nilai tukar rupiah terapresiasi 0,06% menjadi Rp16.224 per dolar AS pada pukul 14.00 WIB.

Saat pembukaan perdagangan, mata uang di Asia terpantau mayoritas dibuka menguat. Won Korea menguat 0,22% bersama yen Jepang sebesar 0,13%. Sementara itu, ringgit Malaysia dan rupee India dibuka naik dengan persentase masing-masing 0,69% dan 0,92%.

Adapun, reli mata uang emerging market usai AS mengumumkan penundaan tarif 50% untuk Uni Eropa membuka kembali selera risiko investor ke aset-aset di negara berkembang. Tak hanya itu, mata uang negara maju juga ikut menguat seiring dengan dolar dan aset di AS terpuruk akibat kebijakan dagang yang tidak jelas.

Senior Asia Pacific Market Strategist BNY Wee Khoon Chong mengatakan mata uang negara berkembang akan ditopang oleh momentum pelemahan dolar kali ini.

"Mata uang emerging market akan didukung oleh momentum pelemahan greenback, eskalasi terbatas tensi tarif, dan perubahan aliran modal asing ke negara-negara Asia Pasifik," kata Wee Khoon Chong, dikutip Bloomberg, Senin (26/5/2025).

Chief Asia FX Strategist Mizuho Bank Ken Cheung menambahkan bahwa penundaan tarif dari AS ke UE ini mengingatkan investor akan ketidakpastian yang besar dari kebijakan DOnald Trump. Hal itu pun memicu aksi jual untuk aset-aset di Negeri Paman Sam.

Sejumlah ekonom menilai sentimen untuk dolar terlihat suram. Beberapa tekanan juga datang dari kekhawatiran dampak kebijakan Trump ke sisi fiskal dan sejumlah data-data makroekonomi di AS terlihat melemah. 

Setidaknya sentimen itu akan bertahan selama sepekan ini, walaupun tekanan terhadap mata uang negara berkembang tetap membayangi dari sisi pelemahan ekonomi global akibat intensitas perang dagang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper