Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang di negara-negara berkembang reli hingga menyentuh level tertinggi setelah Washington memutuskan untuk menunda pengenaan tarif ke Uni Eropa.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks MSCI EM Currency menguat hingga 0,4% pada hari ini Senin (26/5/2026). Ringgit Malaysia saat ini memimpin penguatan di ASia sebesar 0,7%. Sementara itu, nilai tukar rupiah terapresiasi 0,06% menjadi Rp16.224 per dolar AS pada pukul 14.00 WIB.
Saat pembukaan perdagangan, mata uang di Asia terpantau mayoritas dibuka menguat. Won Korea menguat 0,22% bersama yen Jepang sebesar 0,13%. Sementara itu, ringgit Malaysia dan rupee India dibuka naik dengan persentase masing-masing 0,69% dan 0,92%.
Adapun, reli mata uang emerging market usai AS mengumumkan penundaan tarif 50% untuk Uni Eropa membuka kembali selera risiko investor ke aset-aset di negara berkembang. Tak hanya itu, mata uang negara maju juga ikut menguat seiring dengan dolar dan aset di AS terpuruk akibat kebijakan dagang yang tidak jelas.
Senior Asia Pacific Market Strategist BNY Wee Khoon Chong mengatakan mata uang negara berkembang akan ditopang oleh momentum pelemahan dolar kali ini.
"Mata uang emerging market akan didukung oleh momentum pelemahan greenback, eskalasi terbatas tensi tarif, dan perubahan aliran modal asing ke negara-negara Asia Pasifik," kata Wee Khoon Chong, dikutip Bloomberg, Senin (26/5/2025).
Chief Asia FX Strategist Mizuho Bank Ken Cheung menambahkan bahwa penundaan tarif dari AS ke UE ini mengingatkan investor akan ketidakpastian yang besar dari kebijakan DOnald Trump. Hal itu pun memicu aksi jual untuk aset-aset di Negeri Paman Sam.
Sejumlah ekonom menilai sentimen untuk dolar terlihat suram. Beberapa tekanan juga datang dari kekhawatiran dampak kebijakan Trump ke sisi fiskal dan sejumlah data-data makroekonomi di AS terlihat melemah.
Setidaknya sentimen itu akan bertahan selama sepekan ini, walaupun tekanan terhadap mata uang negara berkembang tetap membayangi dari sisi pelemahan ekonomi global akibat intensitas perang dagang.