Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek IHSG Bulan Ini di Tengah Adagium Sell in May and Go Away

Fenomena "Sell in May and Go Away" kerap menjadi batu sandungan gerak pasar saham pada bulan ini. Bagaimana prospek IHSG pada Mei di tengah fenomena tersebut?
Karyawan beraktivitas di depan layar monitor yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (09/04/2025).JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas di depan layar monitor yang menampilkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (09/04/2025).JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Fenomena "Sell in May and Go Away" kerap menjadi batu sandungan gerak pasar saham pada bulan Mei. Bagaimana kemudian prospek indeks harga saham gabungan (IHSG) bulan ini di tengah fenomena tersebut?

Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai secara historis bulan Mei cenderung menjadi periode yang menantang bagi IHSG seiring dengan fenomena "Sell in May and Go Away".

Data menunjukkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, IHSG rata-rata turun sekitar 2,09% pada Mei, dengan 13 kali penurunan, 6 kali kenaikan, dan 1 kali stagnan.

IHSG pun diproyeksikan akan menghadapi tekanan pada Mei 2025 atau bulan ini seiring dengan ragam sentimen negatif yang menyertai.

"Sentimen negatif salah satunya outflow dana asing sepanjang 2025, di mana terjadi net sell asing sebesar Rp50,7 triliun, menunjukkan tekanan jual dari investor asing," kata Felix kepada Bisnis pada Jumat (2/5/2025).

Kemudian, sentimen lainnya adalah aksi ambil untung atau profit taking investor. Dia menjelaskan bahwa setelah IHSG menguat 3,93% sepanjang April 2025, investor mungkin melakukan aksi jual untuk merealisasikan keuntungannya.

Lalu, terdapat sentimen ketidakpastian global, di mana kebijakan tarif impor AS dan dinamika perdagangan global dapat memengaruhi gerak pasar.

Namun, menurutnya IHSG akan mendapatkan dorongan dari ragam sentimen positif. Kinerja keuangan emiten per kuartal I/2025, misalnya, dinilai solid dan dapat meningkatkan kepercayaan investor.

Sentimen positif lainnya adalah stabilitas politik serta ekonomi domestik, di mana kondisi makroekonomi Indonesia stabil dan dapat menarik minat investor.

Selain itu, terdapat dorongan dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Penguatan rupiah didorong oleh relaksasi tensi dagang antara AS dan China yang menjadikan investor global mulai masuk ke aset dengan risiko yang lebih agresif, sembari mengurangi porsinya di aset safe haven.

Sementara itu, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan di pasar saham Indonesia, fenomena "Sell in May and Go Away" tidak serta merta terjadi. Secara historis, IHSG sempat bullish pada Mei.

"Jadi kalau adagium 'Sell in May' pada tahun ini, lebih baik investor mencermati ragam perkembangan ke depan," kata Nafan.

Secara umum, menurut Nafan, terkait fenomena "Sell in May and Go Away" sebaiknya harus disertai dengan adanya faktor katalis atau sentimen. 

Pada Mei 2025, pasar saham Indonesia masih diproyeksikan kondusif, baik domestik dan global. 

Sentimen yang menyertai yakni terkait dengan kebijakan tarif impor AS. Kebijakan moneter The Fed juga akan memengaruhi pasar. Dari dalam negeri, pasar akan tertuju pada dinamika perilisan kinerja produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

Sebagaimana diketahui, memasuki Mei, terdapat fenomena di pasar modal yakni "Sell in May and Go Away." Fenomena itu terjadi ketika para pelaku pasar menjalankan strategi dengan melepas kepemilikan aset saham mereka menjelang bulan Mei dan baru kembali mengakumulasinya setelah melewati periode Oktober.

Istilah "Sell in May and Go Away" awalnya berasal dari sebuah pepatah kuno di Inggris yang berbunyi: “Sell in May and go away, and come back on St. Leger’s Day", mengacu pada arena balap atau pacuan kuda. 

Pepatah tersebut biasa dilontarkan di antara para pedagang, bangsawan, dan bankir di kota London. Pepatah sebetulnya merujuk pada kebiasaan mereka yang suka meninggalkan kota selama berbulan-bulan sepanjang musim panas untuk kemudian kembali pada pertengahan September untuk menonton gelaran pacuan kuda, St. Leger’s Day, di arena balap Doncaster, South Yorkshire.

Adapun, menjelang Mei 2025, IHSG masih lesu. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG memang menguat 0,26% ke level 6.766,79 pada perdagangan akhir bulan kemarin, Rabu (30/4/2025). 

Namun, IHSG masih di zona merah, turun 4,42% sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) atau sejak perdagangan perdana 2025.

IHSG juga sempat terpuruk pada awal bulan lalu (8/4/2025), jeblok 7,9% menuju posisi 5.996,1. HSG bahkan sempat anjlok 9,19% ke level 5.912,06 setelah pembukaan kembali pascalibur Lebaran. BEI pun mengumumkan pembekuan sementara perdagangan saham atau trading halt.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper